Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suryadi, Mantan Penjaga Toko yang Sukses di Bra

Kompas.com - 19/12/2012, 16:26 WIB

KOMPAS.com - Jalan Suryadi Sasmita menuju sukses terbilang panjang. Maklumlah, resep sukses Suryadi terbilang sederhana: kerja, kerja, dan kerja. Ketekunan Suryadi selama puluhan tahun tidak sia-sia jika melihat popularitas merek pakaian dalam Wacoal.

Di balik nama besar pakaian dalam wanita ini ada kerja keras Suryadi Sasmita. Memulai usaha dari nol, Suryadi kini menikmati penjualan Wacoal yang selalu naik 30 persen per tahun.

Wacoal kini memiliki lebih dari 50 gerai. Angka itu belum termasuk ratusan gerai Wacoal yang tersebar di berbagai pusat perbelanjaan. “Kalau soal aset, sudah tentu bertambah bila dibandingkan dengan awal menjalankan usaha,” kata  Suryadi, yang menyandang status sebagai Presiden Direktur PT Indonesia Wacoal.

Ayah dari tiga orang ini kini memiliki sepuluh perusahaan di bidang garmen. Namun, kesuksesan itu tidak datang dengan mudah. Maklum, pria kelahiran Jakarta 12 April 1948 ini berasal dari keluarga yang kurang mampu.

Sejak duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA), Suryadi menjadi tulang punggung keluarga. Sebagai anak lelaki tertua, ia harus mengurus kelima adiknya. Faktor itulah yang menuntutnya untuk bekerja keras. Bersama sang ayah, dia membuka usaha konveksi tas. Sayang, usaha itu harus gulung tikar karena bangkrut.

Lulus SMA, Suryadi bekerja di toko tekstil di Pasar Pagi, Jakarta, sebagai penjaga toko. Untuk mendapatkan penghasilan lebih, ia bekerja hingga dua sif. Sikap kerja kerasnya ini menarik perhatian bosnya. Suryadi pun dikuliahkan di Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanegara. Sambil kuliah, ia  tetap bekerja. Bahkan lebih keras bekerja, akibatnya dia tidak berkonsentrasi untuk kuliah.

Baru enam bulan duduk di bangku kuliah, Suryadi memilih keluar dan fokus bekerja. Maklum, ia harus membantu menghidupi keluarganya. Dari hasil bekerja di toko, Suryadi mampu membeli toko kecil di daerah Jembatan Lima. Toko itu dikelola oleh anggota keluarganya, sementara Suryadi tetap bekerja di Pasar Pagi.

Setelah empat tahun bekerja sebagai penjaga toko, Suryadi pindah jalur menjadi karyawan di pabrik perusahaan tekstil asal Jepang, C. Itoh. Di perusahaan tekstil kelas dunia itulah, Suryadi mengawali karier sebagai pengantar dokumen. “Saya merasa gaji saya terlalu besar kalau hanya bekerja sebagai pengantar dokumen. Saya pun memberanikan diri menghadap ke pimpinan perusahaan dan meminta pekerjaan saya ditambahi. Saya minta diizinkan berjualan benang,” tutur dia.

Permintaan Suryadi dipenuhi sang atasan. Ia pun merangkap tugas. Dari pagi hingga sore, ia menjadi pengantar dokumen. Begitu matahari beranjak ke barat hingga malam hari, Suryadi menjadi salesman. “Target penjualan setahun bisa saya penuhi dalam setengah tahun. Saya pun diangkat menjadi salesman,” tutur dia.

Bersamaan dengan karier yang melesat, jaringan Suryadi kian luas. Sekitar tahun 1976, Suryadi mampu mendirikan perusahaan trading bernama Moritex Trading Company. Tahun berikutnya, ia membuka usaha rajut (knitting) bernama Moritex Knitting. “Keduanya saya kelola bersamaan dan hanya saya cek di sore hari. Selama pagi hingga sore, saya masih bekerja sebagai sales representative di C. Itoh,” kenang dia.

Menjalin pertemanan

Baru setelah delapan tahun bekerja di C.Itoh, Suryadi mundur dan fokus ke perusahaannya. “Tiba-tiba, ada pelanggan saya yang menawarkan usaha lain. Pada 1980, dia menawarkan lisensi Wacoal yang diperolehnya,” ujar Suryadi.

Menjadi salesman merupakan kesempatan Suryadi membuka jaringan yang seluas-luasnya. “Prinsip saya, sales itu jangan hanya berdagang yang ada di kepala. Tapi, bagaimana memberikan informasi produk yang benar ke calon klien dan membangun pertemanan. Kalau mereka merasa puas, pasti akan pesan,” kata dia.

Dari jaringan itu, Suryadi dipercaya seorang pelanggannya untuk mengelola perusahaan pakaian dalam wanita asal Jepang bermerek Wacoal. “Dia menilai saya pekerja keras, jadi dia percaya jika saya yang pegang lisensi Wacoal,” ucapnya.

Ia pun menutup usaha trading dan knitting, serta fokus mengelola Wacoal. “Ternyata tidak mudah. Dalam lima tahun pertama, saya rugi,” kenangnya. Hal itu dikarenakan sulitnya memasarkan produk pakaian dalam yang harganya jauh lebih mahal daripada harga produk sejenis yang sudah ada. Apalagi, saat itu, belum banyak department store.

Suryadi pun mengerahkan keluarga dan jaringannya untuk mempromosikan Wacoal. Nama Wacoal perlahan terdengar. Di tahun ke enam, Wacoal akhirnya meraup untung. “Sepuluh tahun pertama, kami harus kerja keras memperkenalkan Wacoal. Hingga akhirnya di sepuluh tahun kedua, Wacoal mampu dipasarkan secara nasional,” terang Suryadi.

Memasuki dekade ketiga atau sekitar tahun 2000, Wacoal buatan Indonesia masuk ke pasar luar negeri. Dari pabrik seluas 2,7 ha, produk Wacoal kini mengalir ke sembilan negara. Masing-masing Singapura, Malaysia, Filipina, Vietnam, Hong Kong, Taiwan, Jepang, China, dan Amerika Serikat.  (Fransiska Firlana/Kontan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Work Smart
Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Whats New
SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Whats New
Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com