Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kondisi Ekonomi 2013 Masih Belum Pasti

Kompas.com - 27/12/2012, 08:40 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Kondisi ekonomi eksternal dan sejumlah faktor internal membuat ekonomi Indonesia tahun 2013 masih belum pasti. Dari sisi eksternal, pelambatan ekonomi kawasan euro akan menurunkan permintaan dan harga komoditas. Dari sisi internal, keengganan pemerintah menekan subsidi bahan bakar minyak membuat pembangunan infrastruktur terhambat sehingga biaya logistik membengkak.

Tantangan lain adalah masalah perburuhan. Aktivis buruh masih akan menggelar unjuk rasa soal kesejahteraan tahun depan yang tinggal lima hari lagi. Kalangan pengusaha juga memberikan sinyal akan melaksanakan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. PHK massal akan menyebabkan pengangguran, yang pada gilirannya juga memengaruhi pertumbuhan ekonomi.

Ekonom Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Latif Adam, di Jakarta, Rabu (26/12/2012), mengatakan, setidaknya ada empat ancaman yang menghadang pertumbuhan ekonomi nasional tahun depan, yakni faktor politik, inflasi, krisis di kawasan euro, dan hubungan industrial. ”Tahun depan adalah tahun politik, yang akan mengurangi gerak menteri ekonomi yang berasal dari partai politik,” katanya.

Latif menjelaskan, krisis di kawasan euro, yang belum juga selesai, masih akan berdampak pada penurunan ekspor. ”Permintaan menurun, harga komoditas pun ikut turun. Beruntung Indonesia tidak terlalu mengandalkan pertumbuhan ekonomi pada ekspor, tetapi konsumsi domestik. Ironisnya, penurunan ekspor justru diikuti peningkatan impor,” ujar Latif.

Berkaca pada pengalaman tahun 2012, pada periode Januari-Oktober nilai impor mencapai 159,18 miliar dollar AS atau meningkat 9,35 persen jika dibandingkan dengan impor periode yang sama tahun sebelumnya. Data Badan Pusat Statistik itu juga menyebutkan, ekspor Januari-Oktober 2012 mencapai 158,66 miliar dollar AS atau turun 6,22 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2011. Peningkatan impor periode tersebut disebabkan oleh kenaikan impor gas bumi sebesar 109,5 persen menjadi 2,4 miliar dollar AS dan lonjakan impor nonminyak dan gas bumi (migas) sebesar 11,1 persen menjadi 124,4 miliar dollar AS. Sebagian besar impor berasal dari negara-negara ASEAN (21,35 persen), China (19,23 persen), dan Jepang (15,54 persen).

Data neraca pembayaran Bank Indonesia menyebutkan, neraca perdagangan migas masih negatif pada triwulan III-2012. Pada triwulan III-2012, defisit neraca perdagangan migas tercatat sebesar 1,0 miliar dollar AS, sedikit lebih rendah dari defisit 1,2 miliar dollar AS pada triwulan sebelumnya. Penyebabnya adalah konsumsi BBM bersubsidi yang naik sehingga impor minyak masih relatif tinggi.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Erani Yustika menyebutkan, Indef memproyeksikan pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2013 berkisar 6,3 persen sampai 6,5 persen. Perkiraan itu lebih rendah daripada asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2013 yang sebesar 6,8 persen. Bank Dunia dan BI juga memproyeksikan pertumbuhan ekonomi tahun depan 6,3 persen. Bank Pembangunan Asia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi tahun depan 6,3 persen-6,7 persen.

Namun, kata Erani, proyeksi pertumbuhan ekonomi itu akan sulit tercapai jika kemudian harga minyak mentah di pasar internasional tahun depan melambung sangat tinggi dan pemerintah tidak mempunyai pilihan lain kecuali menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Hal ini akan mengubah beberapa asumsi tersebut karena kenaikan harga minyak akan meningkatkan inflasi dan suku bunga sehingga investasi akan menurun.

Tahun depan, Erani memperkirakan, pertimbangan politis akan jadi lebih menonjol dalam kebijakan ekonomi sehingga sulit bagi pemerintah untuk menerapkan kebijakan yang tidak populer, seperti menaikkan harga BBM bersubsidi.

Persoalannya, kata Erani, pemerintah masih tetap mempertahankan subsidi BBM. Padahal, subsidi tersebut sudah sangat membebani APBN dan mengurangi porsi anggaran untuk infrastruktur. Data Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan Agus Suprijanto menunjukkan, subsidi BBM per 21 Desember 2012 sebesar Rp 186,7 triliun atau 135,9 persen dari pagu APBN.

Hanya mengendalikan

Tahun depan pemerintah memastikan hanya akan mengendalikan konsumsi BBM bersubsidi. Pengendalian BBM bersubsidi itu dibahas dalam rapat koordinasi BI dan pemerintah di Gedung BI, Jakarta, Rabu. Rapat dihadiri Gubernur BI Darmin Nasution, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, dan Menteri Keuangan Agus Martowardojo.

”Kami betul-betul bicara soal pengendalian BBM bersubsidi itu,” kata Agus Martowardojo seusai rapat. Hatta Rajasa, yang dicegat terpisah di Gedung BI, menambahkan, pengendalian BBM bersubsidi itu bisa menggunakan sistem teknologi informasi yang dipasang di setiap stasiun pengisian bahan bakar untuk umum. Dengan sistem itu, kebutuhan kendaraan bisa ”dikunci” sesuai jatahnya. ”Sistem ini bisa menghemat subsidi Rp 10 triliun setahun,” kata Hatta.

Secara umum, ujar Hatta, ekonomi tahun 2013 membaik. ”Investasi dan konsumsi masih jadi sumber pertumbuhan perekonomian utama. Ekonomi tahun 2013 optimistis,” katanya.

Agus Martowardojo optimistis inflasi tahun 2013 masih terjaga pada posisi kurang dari 5 persen. Nilai tukar rupiah diharapkan terjaga pada Rp 9.300 per dollar AS pada tahun 2013.

Masalah perburuhan

Meskipun diprediksi pertumbuhan ekonomi tetap tinggi, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi meminta pemerintah mewaspadai masalah dalam pertumbuhan ekonomi tahun 2013. Kondisi dunia usaha, terutama sektor padat karya, yang terpukul tingginya upah minimum tahun 2013, bakal memicu gelombang PHK massal. ”Bagaimana konsumsi bisa tetap tumbuh kalau banyak pabrik tutup dan pengangguran bertambah?” katanya.

Secara terpisah, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal mengatakan, jutaan buruh akan kembali berunjuk rasa sepanjang tahun 2013. Aksi buruh dengan bendera Majelis Pekerja Buruh Indonesia ini menuntut jaminan pensiun, jaminan kesehatan untuk rakyat, dan komponen acuan survei kebutuhan hidup layak sebanyak 84 butir. ”Kami juga menyikapi pelaksanaan upah minimum dan pekerja alih daya,” kata Iqbal.(ENY/EVY/IDR/HAM)

Baca juga:
Pemilu 2014 Bisa Jadi "Mesin" Ekonomi Indonesia
Bappenas: Indonesia Bukan Negara Autopilot
Pertumbuhan Ekonomi RI Memukau, Pemerataan Menjauh
Indonesia Fokus Menuju Nomor 7 Dunia
McKinsey: Lima Fakta Indonesia Bisa Jadi Negara Maju pada 2030


Simak artikel terkait di topik Ekonomi Indonesia Tetap Melaju

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com