Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pro-Kontra Regulasi Rokok di Indonesia

Kompas.com - 01/02/2013, 17:27 WIB
Irwan Julianto

Penulis

oleh Irwan Julianto

Banjir besar yang melanda Jakarta, pekan lalu, menimbulkan kerugian triliunan rupiah harta milik pribadi dan dunia usaha. Setidaknya ada 20 nyawa melayang. Yang pasti untuk penyelamatan Jakarta agar tak dilanda banjir besar lagi dibutuhkan dana sekitar Rp 60 triliun.

Namun, tak banyak orang menyadari, besarnya kerugian dan dana penyelamatan Jakarta masih kalah dibanding besarnya penghamburan dana dan kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh rokok yang mencapai Rp 225 triliun per tahun. 

Hiruk pikuk pemberitaan banjir besar di Jakarta jauh lebih gaduh dibandingkan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan yang dikeluarkan pemerintah, akhir Desember lalu.

Rabu (23/1/2013) lalu, PP ini disosialisasikan di Kementerian Kesehatan. Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi menyatakan, cukai rokok setahun sekitar Rp 55 triliun, tetapi konsumsi rokok, biaya kesehatan, dan kehilangan nilai ekonomi tenaga kerja produktif akibat rokok dalam setahun mencapai empat kali lipatnya.

Pemerintah, dunia bisnis, dan masyarakat kerap silau dengan pembangunan fisik di Jakarta yang mengejar pertumbuhan ekonomi makro dengan mengorbankan hutan konservasi, rawa, dan situ. Mereka baru terkaget-kaget dengan amuk banjir dahsyat.

Analogi ini berlaku juga untuk rokok di Indonesia yang telah membuat para pemilik industri rokok besar menjadi orang-orang terkaya di Indonesia. Karena menyumbang cukai puluhan triliun rupiah setiap tahun, membuat banyak pihak terlena dan menganggap industri rokok lebih banyak manfaat ketimbang mudaratnya.

Padahal rokok telah menyebabkan kematian sekitar 400.000 orang (25.000 orang di antaranya perokok pasif) setiap tahun dan jutaan orang sakit serta menjadi tidak produktif. Ini mengingatkan kita pada Joseph Stalin, pemimpin Uni Soviet, yang pernah menyatakan, ”Kematian satu dua orang boleh jadi adalah sebuah tragedi, tetapi kematian ribuan apalagi jutaan orang telah menjadi statistik.”

Kematian ratusan ribu warga Indonesia akibat rokok setiap tahun cuma menjadi statistik dan masalah rokok tetap akan menjadi wabah bisu yang sama sekali tidak sedramatis tragedi kecelakaan pesawat Sukhoi pada 9 Mei 2012 di Gunung Salak yang membawa 45 orang, letusan Gunung Merapi yang menewaskan Mbah Marijan, atau banjir besar Jakarta yang menenggelamkan dua karyawan Plaza UOB.

Hasil kompromi
Indonesia adalah negara peringkat ketiga perokok terbanyak di dunia setelah China dan India. Di Indonesia, saat ini ada sekitar 70 juta perokok aktif dan 60-70 persennya adalah pria dewasa.

Ada tiga penyebab utama mengapa rokok merajalela di Indonesia. Pertama, keserakahan industri rokok (multinasional dan nasional). Kedua, iklan dan promosi rokok yang (dibiarkan) masif. Ketiga, lemahnya komitmen politik.

Indonesia adalah satu-satunya negara di kawasan Asia Pasifik yang belum meratifikasi Konvensi Kerangka Kerja untuk Pengendalian Tembakau (Framework Convention on Tobacco Control/FCTC) yang dicanangkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2003. FCTC di antaranya mengatur promosi atau iklan rokok, melarang perokok merokok di tempat umum, dan membatasi konsumsi rokok dengan menaikkan cukai rokok.

Lahirnya PP No 109/2012 tentang Tembakau adalah hasil kompromi pemerintah dengan aspirasi kubu pro rokok dan kubu yang menginginkan agar rokok diregulasi dengan ketat.

Meski kubu pendukung regulasi rokok tak kelewat puas dengan PP Tembakau yang dinilai relatif lunak, paling tidak regulasi ini sedikit menjawab keprihatinan mengapa negara, masyarakat, dan media seolah membiarkan industri rokok merajalela dengan iklan dan promosi yang begitu masif sehingga banyak anak dan remaja menjadi perokok.

Walaupun tembakau dalam rokok sudah dinyatakan oleh UU Kesehatan Tahun 2009 mengandung zat adiktif dan dikukuhkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), lemahnya kemauan politik membuat industri rokok di Indonesia merajalela dan tetap saja berpromosi secara agresif sekaligus persuasif. Karena itu, tak berlebihan jika dikatakan Indonesia adalah surga bagi industri rokok dan perokok.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com