Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tarif Murah Picu Pertumbuhan Tenaga Listrik

Kompas.com - 07/02/2013, 15:48 WIB
Evy Rachmawati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Tingginya tingkat pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik dalam beberapa tahun terakhir dipicu oleh rendahnya tarif tenaga listrik, terutama pada kelompok pelanggan rumah tangga kecil. Hal ini berdampak pada peningkatan beban subsidi listrik.

Untuk itu, pemberian subsidi semestinya dibatasi pada pemakaian rata-rata pada setiap golongan pelanggan.

Menurut ekonom Faisal Basri di Kantor Direktorat Jenderal Kelistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta, Kamis (7/2/2013), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) menggenjot penjualan tenaga listrik dan menambah sambungan baru listrik bagi pelanggan untuk meningkatkan rasio elektrifikasi. Hal ini dipastikan akan berdampak pada peningkatan subsidi listrik.

"Orang itu membeli listrik dengan harga murah, dia tidak peduli penghematan. Jadi, pertumbuhan listrik saat ini di luar pola normal karena harganya murah, bukan harga keekonomian. Hal ini sama seperti harga bahan bakar minyak. Kalau harga murah, permintaan naik. Yang paling kencang kenaikannya adalah golongan pelanggan 1.300 volt ampere dan 2.200 VA. Mereka banyak memakai listrik, sementara industri tidak mungkin boros," katanya.

Agar tidak membebani anggaran negara, solusi jangka pendek adalah menaikkan tarif tenaga listrik. Salah satu opsi yang bisa diambil pemerintah adalah pemakaian tarif listrik pada golongan pelanggan 450 VA digratiskan sampai tingkat penggunaan rata-rata dan pelanggan tersebut harus membayar pemakaian listrik di atas tingkat pemakaian rata-rata sebagaimana diterapkan di Malaysia.

"Solusi paling cepat untuk mengurangi subsidi listrik adalah dengan menaikkan tarif listrik. Kalau diversifikasi energi kan tidak bisa dalam waktu setahun, pembangkit listrik tenaga panas bumi saja butuh waktu paling cepat lima tahun," ujarnya.

Kenaikan tarif listrik itu diperlukan mengingat 99 persen konsumen PLN disubsidi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com