Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Lambat Kembangkan Energi Terbarukan

Kompas.com - 20/02/2013, 22:19 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Menurunnya produksi minyak Indonesia seharusnya bisa ditutupi energi terbarukan. Namun, sayangnya, pemerintahan SBY belum serius memproduksi energi alternatif ini. Padahal, potensi energi terbarukan di Indonesia begitu besar.

"Sejak tahun 2005, ketika harga minyak dunia melesat naik, Presiden SBY sangat gencar mendorong pengembangan bahan bakar nabati. Dibentuklah timnas bahan bakar nabati hingga lahir blueprint pengelolaan energi melalui PP No 5/2006. Belum lagi sempat adanya wacana pengembangan energi dari tanaman jarak pagar yang juga tak kunjung hasil. Semua itu hingga saat ini tak jelas lagi kabarnya," ujar Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon, Rabu (20/2/2013).

Anggaran Rp 1 triliun untuk mengembangkan energi alternatif, lanjutnya, juga hanya 2 persen yang terserap. Ini bukti ketidakseriusan kinerja pemerintah di bidang energi.

Dijelaskan Fadli, Brasil saat ini memiliki sekitar 35 ribu SPBU etanol. Satu negara yang sukses mengembangkan energi biofuel. Dari biofuel ini, Brasil mampu menghasilkan 16,3 miliar liter etanol atau setara dengan 33,3 persen total produksi etanol dunia. "Brasil bisa karena mereka mengembangkannya dengan serius dan kalau kita mau, kita pasti juga bisa," katanya.

"Dengan kekayaan alam dan lahan yang kita punya, kita juga bisa memproduksi energi terbarukan berbasis pertanian. Salah satunya dengan mengembangkan etanol dari Aren. Satu hektar aren bisa menghasilkan 20 ton etanol per tahun. Dengan 4 juta hektar pohon aren, kita akan menghasilkan 480 juta barrel bahan bakar per tahun," tambahnya.

Pengembangan energi terbarukan oleh pemerintah SBY, tegasnya, masih sebatas retorika saja. "Efeknya, kita masih terus impor BBM untuk menutupi defisit energi. Lambatnya pengembangan energi terbarukan juga membuat mafia kartel BBM semakin kokoh," kata Fadli.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com