Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Megawati: RUU Migas Harus Jadi UU Merah Putih

Kompas.com - 27/02/2013, 17:36 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Kelima RI Megawati Soekarnoputri menyoroti banyaknya perusahaan asing yang mengeruk kekayaan alam Indonesia. Ia pun berharap agar Undang-undang Minyak dan Gas yang akan direvisi harus menjadi landasan hukum bagi pemanfaatan kekayaan alam benar-benar untuk kebutuhan bangsa, sesuai amanat konstitusi.

"Sepanjang kita merdeka, saya melihat sebenarnya tujuan kita mengolah segala sesuatu yang disebutkan di dalam pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 apakah benar telah berjalan secara maksimal dan sesuai dengan konstitusi kita tersebut ?" tanya Megawati saat menjadi keynote speaker dalam acara seminar nasional "Migas untuk Kemandirian Energi" di Gedung Kompleks Parlemen, Rabu (27/2/2013)P. asal 33 UUD 1945 menyebutkan bahwa bumi, air, dan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Megawati mempertanyakan komitmen negara dalam memamurkan rakyatnya. Pasalnya, saat menjadi Presiden dulu, Megawati tak habis pikir melihat blok-blok pengilangan minyak yang dikuasai asing. "Kalau saya diberi oleh staf saya melihat blok-blok yg ada di seluruh Indonesia, di mana merah putih kita? Bendera negara (lain) semua itu," ucap Mega sambil menunjukkan peta Indonesia yang berisikan bendera-bendera negara lain di beberapa pulau yang menjadi pusat sumber daya minyak.

Pada Konferensi Asia Afrika yang digelar di Bandung pada 1955, ujar Megawati, Bung Karno yang mengajak Cina untuk bergabung ke konferensi, karena saat itu China masih negara tertutup. Kini di abad 21, lanjut dia, bendera China malah terpampang dalam peta minyak Indonesia. "Mudah-mudahan kata-kata saya ini cukup lugas, sehingga tentunya harus ada jawabannya, betul-betul bisa menelurkan Undang-undang Migas yang merah putih," ujar dia.

Megawati pun mengingatkan soal panduan trisakti yang diajarkan Bung Karno. Yaitu berdaulat secara politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang budaya. "Saya tidak bertele-tele kemana minyak kita kok terus impor? Saya pikir itu dikeruk di tempat kita, lalu dbawa asing untuk kemudian dijual lagi ke kita, dengan cap impor," imbuh putri Bung Karno ini.

Diberitakan sebelumnya, majelis hakim konstitusi mengabulkan pengajuan Judicial Review UU Migas No 22/2001. Keberadaan BPH Migas dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum, sehingga harus dibubarkan. Untuk mengisi kekosongan hukum sementara ini kewenangan BPH Migas akan dijalankan oleh Pemerintah cq Menteri ESDM/BUMN.

MK menilai UU Migas membuka liberalisasi pengelolaan migas karena sangat dipengaruhi pihak asing. MK dalam pertimbangannya mengatakan hubungan antara negara dan sumber daya alam Migas sepanjang dikonstruksi dalam bentuk KKS antara BP Migas selaku Badan Hukum Milik Negara sebagai pihak pemerintah atau yang mewakili pemerintah dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap sebagaimana diatur dalam UU Migas bertentangan dengan prinsip penguasaan negara yang dimaksud oleh konstitusi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com