Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Utamakan Transparansi dalam Pembangunan Tol Trans Sumatera

Kompas.com - 25/03/2013, 18:05 WIB
Josephus Primus

Penulis

KOMPAS.com - Semua pihak terkait sejatinya mengutamakan transparansi dalam pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera. Ketua Jurusan Administrasi Negara FISIP Universitas Nasional (Unas) Jakarta Drs. Budi Kusuma, M.Si mengatakan hal itu terkait dengan rencana pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera.

Budi mengambil contoh soal pembangunan Jembatan Suramadu. Menurut hematnya, pembangunan jembatan itu melalui proses  transparan dan tender lantaran menggunakan dana APBN.

Presiden Megawati Soekarnoputri pada 20 Agustus 2003 meresmikan pembangunan Jembatan Suramadu. Jembatan tersebut panjangnya 5.438 meter. Pada 10 Juni 2009, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan pembukaan jembatan ini. Total biaya pembangunan sekitar Rp 4,5 triliun. Dari jumlah itu, 55 persennya ditanggung pemerintah Indonesia. Sementara, sisanya menjadi tanggungan pemerintah China melalui Bank Ekspor Impor China.

Budi Kusuma berbicara pada diskusi terbatas berjudul "Menolak Penunjukan Langsung Pembangunan dan Pengelolaan Jalan Tol Trans Sumatera" pada Senin (25/3/2013) di Jakarta. Diskusi itu dihelat Institute fro Public Trust. Praktisi dan pengamat hukum publik Feizal Syahmenan hadir dalam kesempatan itu pula sebagai pembicara.

Budi Kusuma mengatakan lebih lanjut rencana pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS) yang bakal menelan dana hingga Rp 150 triliun memang bisa menggunakan sistem penunjukan langsung. Pasalnya, dana itu bukan berasal dari APBN.

Rawan

Sementara, pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera akan berbiaya hingga Rp 330 triliun. Uang sebesar ini berasal dari APBN. Makanya, baik Budi Kusuma maupun Feizal Syahmenan satu kata soal transparansi dan tender tersebut. "Penunjukan langsung rawan manipulasi dan korupsi,"kata keduanya.

Catatan yang dikumpulkan Kompas.com menunjukkan kalau jalan tol itu akan terbentang dari Bakauheni di Provinsi Lampung hingga Banda Aceh di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) melalui Pantai Timur Sumatera.

Panjang jalan tol itu mencapai 1.980 kilometer. Nantinya, jalan tersebut mampu menjadi penghubung 7 kota besar pusat kegiatan ekonomi nasional, 5 bandar udara, 6 pelabuhan, dan  sebuah jalur kereta api rute Bandar Lampung-Palembang.

Dalam kesempatan diskusi itu, Feisal Syahmenan dan Budi Kusuma mengingatkan soal pembuatan peraturan presiden (perpres) sebagai payung hukum proyek tersebut. Menurut keduanya, di dalam rencana itu ada penunjukan langsung PT Hutama Karya (Persero) sebagai pelaksana pembangunan.

Pada tahap awal, pemerintah menyiapkan dana Rp 5 triliun sebagaimana permintaan pihak Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut. Menurut keduanya, tanpa melalui persetujuan DPR berikut proses tender transparan, kebijakan pendanaan tersebut bakal bertentangan dengan peraturan soal transparansi dimaksud.


 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com