Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR Tolak Barter Pupuk dengan Beras Myanmar

Kompas.com - 29/04/2013, 14:41 WIB

PURWOKERTO, KOMPAS.com- Ketua Komisi IV DPR Romahurmuziy menolak rencana pemerintah melakukan barter 200.000 ton pupuk dengan 500.000 ton beras dari Myanmar.

"Yang pertama dari sisi importasinya sendiri, Komisi IV menolak rencana importasi beras dari manapun karena berdasarkan proyeksi Aram (Angka Ramalan) I, Indonesia masih akan surplus lebih dari 3,5 juta ton tahun ini," katanya di Purwokerto, Senin (29/4/2013).

Romahurmuziy mengatakan hal itu kepada wartawan usai memberikan Kuliah Umum "Membangun Kedaulatan Pangan - Bilakah Indonesia Bebas Impor Produk Pertanian?" di Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto.

Menurut dia, pemerintah pada tahun 2012 telah melakukan importasi hampir satu juta ton yang dilaksanakan melalui Vietnam, Thailand, dan India. "Kalau kita lihat esensi impor itu dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan stok cadangan beras pemerintah. Namun yang terjadi sekarang adalah kebusukan yang terjadi di berbagai gudang Bulog karena menumpuknya stok," kata dia yang akrab dipanggil dengan sebutan Gus Romi.

Kondisi tersebut, kata dia, menjadikan Bulog sebagai operator beras yang belum pernah memiliki stok lebih dari dua juta ton yang tersebar di seluruh gudang Bulog. Akibatnya, lanjut dia, beras impor yang digunakan untuk raskin (beras bagi keluarga miskin) mengalami penurunan kualitas dan kerusakan di berbagai tempat.

"Oleh karenanya, khusus untuk importasi berasnya sendiri, kami meminta agar pemerintah memikirkan secara saksama dan tidak melangsungkan importasi beras itu atas nama kerja sama bilateral apapun, baik dalam rangka ASEAN atau dalam kerja sama regional lainnya," paparnya.

Menurut dia, jangan karena itu akan menjadikan Indonesia tidak konsisten dengan rencana surplus yang sudah ditetapkan," kata dia menegaskan.

Alasan kedua, dalam penolakan impor beras yang disampaikan oleh Komisi IV, kata dia, Myanmar merupakan negara yang tidak menghargai perlindungan terhadap minoritas.

"Secara khusus kita bicara Myanmar. Etnis Rohingya dan beberapa warga muslim di Myanmar mengalami penindasan, kekerasan horizontal, dan pemerintah Myanmar tidak mampu mencegah hal itu terjadi atau terkesan membiarkan. Untuk apa kita melakukan importasi dari negara yang melakukan pengekangan atau penistaan terhadap hak azasi manusia," katanya.

Kalau memang importasi harus dilakukan pemerintah, kata dia, masih banyak negara yang bisa dijadikan sebagai sumber impor seperti Vietnam, Thailand, dan India. Ketiga negara tersebut merupakan negara-negara yang melindungi hak azasi manusia.

"Yang ketiga, barter dilakukan untuk pupuk. Yang mana regionalisasi pupuk yang dilakukan per 1 April ini juga menimbulkan kelangkaan pupuk di beberapa daerah, dan pada saat yang sama, pemerintah memutuskan eksportasi pupuk," katanya.

Gus Romi mengatakan bahwa hal ini harus dipikirkan agar jangan sampai karena keputusan pemerintah justru terjadi kelangkaan pupuk. Dia mengaku menerima pesan singkat dari sejumlah anggota Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) di Jawa Tengah jika hari ini mereka kesulitan memperoleh pupuk Kujang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hingga Maret 2024, BCA Syariah Salurkan Pembiayaan ke UMKM Sebesar Rp 1,9 Triliun

Hingga Maret 2024, BCA Syariah Salurkan Pembiayaan ke UMKM Sebesar Rp 1,9 Triliun

Whats New
Antisipasi El Nino, Mentan Amran Dorong Produksi Padi NTB Lewat Pompanisasi

Antisipasi El Nino, Mentan Amran Dorong Produksi Padi NTB Lewat Pompanisasi

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru pada Jumat 3 Mei 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru pada Jumat 3 Mei 2024

Spend Smart
Keberatan Penetapan Besaran Bea Masuk Barang Impor, Begini Cara Ajukan Keberatan ke Bea Cukai

Keberatan Penetapan Besaran Bea Masuk Barang Impor, Begini Cara Ajukan Keberatan ke Bea Cukai

Whats New
Ada Penyesuaian, Harga Tiket Kereta Go Show Naik per 1 Mei

Ada Penyesuaian, Harga Tiket Kereta Go Show Naik per 1 Mei

Whats New
Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BNI hingga Bank Mandiri

Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BNI hingga Bank Mandiri

Whats New
Melirik Potensi Bisnis Refraktori di Tengah Banjir Material Impor

Melirik Potensi Bisnis Refraktori di Tengah Banjir Material Impor

Whats New
IHSG Bergerak Tipis di Awal Sesi, Rupiah Bangkit

IHSG Bergerak Tipis di Awal Sesi, Rupiah Bangkit

Whats New
Harga Emas Terbaru 3 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 3 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Pertamina Geothermal Kantongi Laba Bersih Rp 759,84 Miliar per Kuartal I-2024

Pertamina Geothermal Kantongi Laba Bersih Rp 759,84 Miliar per Kuartal I-2024

Whats New
Ekspansi Pabrik Terealisasi, Emiten Alat Kesehatan OMED Catat Laba Bersih Rp 63,5 Miliar per Kuartal I-2024

Ekspansi Pabrik Terealisasi, Emiten Alat Kesehatan OMED Catat Laba Bersih Rp 63,5 Miliar per Kuartal I-2024

Whats New
Harga Bahan Pokok Jumat 3 Mei 2024, Harga Ikan Kembung Naik

Harga Bahan Pokok Jumat 3 Mei 2024, Harga Ikan Kembung Naik

Whats New
PermataBank Cetak Laba Bersih Rp 807,3 Miliar per Maret 2024

PermataBank Cetak Laba Bersih Rp 807,3 Miliar per Maret 2024

Whats New
Harga Saham BNI Turun hingga 8 Persen, Apa Sebabnya?

Harga Saham BNI Turun hingga 8 Persen, Apa Sebabnya?

Whats New
Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Mampukah IHSG Bangkit Hari Ini? Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com