Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Denda Besar Meresahkan Agen Asuransi

Kompas.com - 13/05/2013, 14:41 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Tenaga pemasar asuransi alias agen, kini resah. Penyebabnya adalah besaran denda Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) dalam kode etik keagenan, jika mereka terbukti melakukan praktik poaching dan twisting. Selain nilainya besar, kode etik ini terlalu memberatkan. Apalagi masih ada perbedaan cara pandang soal poaching dan twisting antara agen dengan perusahaan.

Secara umum, poaching adalah praktik membajak agen asuransi dari satu perusahaan lain tanpa ada jeda waktu. Biasanya praktik ini disertai twisting, yaitu memindahkan polis nasabah dari perusahaan asuransi lama ke tempat agen tadi pindah

Lilie Chow, Direktur UPN Agency bilang, agen berhak pindah demi mendapatkan jaminan lebih baik. Selama ini agen yang pindah bukan tanpa alasan, tapi kebanyakan karena bermasalah dengan leader. Misalnya, agen sudah mempunyai kemampuan membuka kantor sendiri, tapi leader tidak memberi izin. Sebab jika membuka sendiri, leader berpotensi kehilangan komisi besar. Sementara agen tidak bisa mendirikan kantor sendiri tanpa tanda tangan leader. "Etika pindah ada, tapi kalau tidak diizinkan bagaimana?" kata Lilie.

Menurut Lilie, persoalan seperti itu tidak bisa dianggap poaching, sebab agen pindah lantaran merasa dikekang di tempat kerjanya yang lama. Lilie meminta, memperjelas soal kepindahan dulu, agar tidak setiap kepindahan dipandang sebagai poaching

Meski begitu, pada dasarnya Lilie setuju industri asuransi jiwa menerapkan denda praktik poaching. Asalkan, definisi harus jelas. Selain itu, nilai denda lebih rendah. Misalnya Rp 100 juta, bukan Rp 300 juta seperti dalam ketentuan.

Beberapa agen yang dikonfirmasi KONTAN juga mengaku keberatan dengan nilai denda. Deddy Karyanto, Divisional Vice President Million Dollar Round Table (MDRT) and Best Practice 2 Division, mengaku belum tahu perihal kode etik baru dari AAJI. Namun, Deddy setuju dengan Lilie yang minta agar definisi soal poaching dan twisting diperjelas. Jangan sampai, agen pindah perusahaan digolongkan melanggar etika.

Deddy juga keberatan soal denda. "Kalau sebesar 300 juta tentunya sangat memberatkan," ujar pria yang membawahi agen berpenghasilan premi ratusan juta di China, Korea, Jepang, Asia Tenggara, Hong Kong, dan Makau ini.

Aturan yang meresahkan agen asuransi adalah standar praktik dan kode etik (SKPE) tenaga pemasar AAJI. Dalam beleid itu, agen yang terbukti poaching kena getok denda sebesar Rp 300 juta per agen yang direkrut.

Sedangkan agen yang terbukti twisting wajib membayar kepada perusahaan asuransi jiwa yang dirugikan sebesar 10 kali jumlah total premi untuk sisa masa pembayaran premi. Atau minimal Rp 50 juta per polis.

Hingga akhir tahun lalu tercatat total agen sebanyak 303.115 orang, naik 19,12 persen dari akhir tahun sebelumnya yakni  254.463 orang. Hingga 2014, target jumlah agen mencapai 250.000.

Data AAJI menunjukkan, sepanjang tahun 2012, jalur pemasaran agen berkontribusi terbesar kedua setelah bancassurance. Dari total premi Rp 133,15 triliun, kontribusi agen 38,3 persen. (Feri Kristianto/Kontan)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com