Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sentralisasi Pengawasan Tenaga Kerja Perlu Dievaluasi

Kompas.com - 21/05/2013, 18:05 WIB
Nasrullah Nara,
Imam Prihadiyoko

Tim Redaksi

JAKARTA,  KOMPAS.com -  Anggota Komisi IX DPR, Zuber Safawi  meminta agar rencana Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk menarik wewenang pengawasan ketenagakerjaan ke pusat (menjadi sentralistik) dikaji kembali secara cermat.  

"Apakah tidak bertentangan dengan UU ketenagakerjaan dan bagaimana efektivitas pelaksanaannya?" kata Zuber Safawi  di Jakarta seusai rapat kerja dengan Menakertrans di DPR, Selasa (21/5/2013).

  Permitaan Zuber mengacu pada pengaturan pengawasan ketenagakerjaan yang tertera pada UU nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.  

Pasal 178 ayat (1) UU tersebut menyebutkan:  "Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan oleh unit kerja tersendiri pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota."  

 "Adanya pasal ini tidak bisa begitu saja menarik wewenang pengawasan ke pusat. Harus tetap ada peran pemerintah provinsi  atau pemerintah kota/kabupaten," tutur politisi PKS asal Jawa Tengah tersebut.  

Selain itu, fungsi pengawasan ketenagakerjaan yang terpusat dikhawatirkan akan memperlambat respons penanganan kasus, terutama untuk wilayah yang jaraknya jauh dari pusat seperti kawasan industri Batam, Surabaya, dan Makassar.   

"Bila mengandalkan sistem yang masih birokratis, sistem terpusat malah menjadi tidak efektif dan efisien, respon penanganan cenderung lambat,"  imbuhnya.  

Untuk itu, Zuber berharap Menakertrans  memiliki argumentasi yang lebih kuat untuk mendukung rencananya tersebut.   

 Yang utama,  diupayakan bagaimana sistem yang baru akan menghasilkan kinerja yang lebih baik. Jangan, hanya sekadar memperbesar postur anggaran.  

Terkait data Kemenakertrans yang menyebut kurangnya jumlah dan kualitas tenaga pengawas ketenagakerjaan di Tanah Air, Zuber meminta menteri terkait untuk mengevaluasi rencana kebutuhan pengawas secara nasional per tahun.

Hal itu sesuai dengan amanat Perpres nomor 21 tahun 2010 tentang pengawas ketenagakerjaan, pasal 16.  

  "Untuk daerah khusus industri, sebaiknya pusat menyelenggarakan pengawas tenagakerja lebih banyak untuk mengimbangi kurangnya pengawas dari dinas setempat," papar Zuber.   

Hal itu dapat tercermin dari peta jalan penyelenggaraan pengawasan ketenagakerjaan nasional.   "Kami mendesak upaya  yang komprehensif," katanya.

  Munculnya beberapa kasus belakangan seperti perbudakan buruh di Tangerang dan kecelakaan kerja di PT Freeport dinilai Zuber  sebagai cerminan lemahnya  fungsi pengawasan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Whats New
Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Whats New
Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Whats New
Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Setelah Investasi di Indonesia, Microsoft Umumkan Bakal Buka Pusat Data Baru di Thailand

Whats New
Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

Emiten Persewaan Forklift SMIL Raup Penjualan Rp 97,5 Miliar pada Kuartal I 2024

Whats New
BNI Danai Akusisi PLTB Sidrap Senilai Rp 1,76 Triliun

BNI Danai Akusisi PLTB Sidrap Senilai Rp 1,76 Triliun

Whats New
Soroti Kinerja Sektor Furnitur, Menperin: Masih di Bawah Target

Soroti Kinerja Sektor Furnitur, Menperin: Masih di Bawah Target

Whats New
Harga Jagung Turun di Sumbawa, Presiden Jokowi: Hilirisasi Jadi Kunci Stabilkan Harga

Harga Jagung Turun di Sumbawa, Presiden Jokowi: Hilirisasi Jadi Kunci Stabilkan Harga

Whats New
IHSG Ditutup Merosot 1,61 Persen, Rupiah Perkasa

IHSG Ditutup Merosot 1,61 Persen, Rupiah Perkasa

Whats New
Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Whats New
BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

Whats New
Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Whats New
Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Whats New
Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com