Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harry Priyanto, Perajin Langka di Pasar Kapitalis

Kompas.com - 26/05/2013, 10:50 WIB

Mawar Kusuma

J Harry Priyanto (36) adalah perajin langka di pasar Jakarta yang makin kapitalis. Anti memakai mesin dan tetap setia membuat produk-produk dari kulit natural. Pelanggan tetapnya adalah pencinta fanatik kulit yang dimanjakan dengan ”harga pertemanan”. Kios Silole yang dikelola Harry di Pasar Seni Ancol buka 24 jam sehari dan tujuh hari dalam sepekan. Sebagian pelanggan sering kali menjadikan Kios Silole sebagai persinggahan sembari menunggu kemacetan lalu lintas Jakarta sedikit terurai.

Pada Kamis (23/5), suara ketukan palu dan tatah memecah kesunyian ketika Harry sibuk mengerjakan pesanan dompet dari Taiwan. Irama tok-tok-tok... dari palu yang beradu dengan tatakan kayu nangka itulah yang sering kali dirindukan para pelanggan Kios Silole.

”Pelanggan saya adalah orang- orang yang sudah bosan dengan barang bermerek yang diproduksi massal. Mereka ingin yang original, unik, dan bisa mencerminkan identitas diri,” kata Harry.

Pencinta kulit yang telah menjadi pelanggan Kios Silole selama 15 tahun, Gunawan, jatuh cinta pada karya Harry karena rapi dan murni dikerjakan tanpa mesin. ”Kalau pusing atau stres, saya ke sini untuk mengobrol dan melihatnya bekerja. Saya menghargai keahlian Harry,” ujar Gunawan.

Gunawan lalu menunjukkan tas-tas kulit kebanggaannya yang diproduksi Harry. Sebuah tas kerja milik Gunawan tampak mengilap seperti baru setelah proses pemeliharaan ulang dengan disemir. Koleksi Gunawan lainnya berbentuk koper kulit dibuat Harry selama sebulan penuh.

Dari tumpukan lembaran kulit kambing dan kulit sapi yang tertata rapi di rak, Gunawan lalu mengeluarkan lembaran kulit bison miliknya. Ia sengaja menitipkan sisa kulit bison yang diimpor dari Amerika Serikat itu di Kios Silole sambil menunggu ide baru.

Buatan tangan 

Di kiosnya, Harry sama sekali tidak memiliki pola untuk membuat aneka produk kerajinan. Biasanya, ia bekerja berdasarkan pesanan konsumen. Saking dekatnya pertalian yang dijalin, Harry sudah hafal selera dari setiap pelanggan.

Pelanggan biasanya akan datang dengan membawa foto contoh produk kerajinan kulit yang diminati. Ada pula pelanggan yang memasrahkan kreasi sepenuhnya kepada Harry. ”Saya tidak menyimpan pola. Desainnya satu-satu sehingga tidak ada produk yang sama,” kata Harry.

Untuk memproduksi beragam produk kulit, Harry memilih untuk tidak menggunakan mesin. Ia mengawali pekerjaannya dengan membuat pola, menggunting kulit, lalu membentuknya menjadi produk sesuai dengan desain.

Seusai berproses dengan palu dan tatah, Harry menjahit kulit dengan menggunakan tangan. Jahitan tangan ini lebih kuat dibandingkan jahitan mesin. ”Rasanya remen (puas) bekerja dengan tangan,” ujar Harry.

Bahan baku kulit yang digunakan adalah kulit sapi dan kulit kambing lokal yang didatangkan dari Magetan, Jawa Timur. Sebagian pelanggan juga menggemari tekstur kulit bison yang diimpor dari Amerika Serikat lewat Italia.

Meski produk buatannya sangat digemari, Harry memilih tidak memasang label pada produk karyanya. ”Ada konsumen yang ngaku beli di luar negeri. Mereka masih gengsi pakai produk lokal,” ujar Harry.

Lewat promosi dari mulut ke mulut, produk buatan Harry digemari hingga mancanegara, seperti dari Singapura, China, dan Hongaria. Salah satu karyanya berupa meja dan bangku country dari kulit sapi dipasarkan di Terminal II Bandara Soekarno-Hatta sejak 12 tahun terakhir.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com