Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
PERBANKAN

Indonesia Bukan Antiasing

Kompas.com - 28/05/2013, 07:50 WIB

KOMPAS.com - Keliru apabila muncul pandangan bahwa Indonesia kini antiasing. Pesan kepada perbankan nasional agar berupaya keras supaya bank asing tidak sampai mendominasi perbankan di Indonesia, semata demi daya dorong sektor riil perekonomian nasional. Sektor riil penting berkaitan penciptaan lapangan kerja dan pasokan produk domestik.

Kehadiran pihak asing terutama investor asing tidak bisa dinisbikan. Investor asing termasuk yang datang dengan modal segar ke sektor perbankan, manufaktur, infrastruktur, jelas diperlukan apabila kemampuan itu tidak dimiliki di dalam negeri. Kondisi ini terutama ketika krisis keuangan melanda Indonesia tahun 1998/1999 lalu.

Makanya bukan kejutan ketika pihak asing bisa menguasai saham perbankan Indonesia hingga 99 persen. Karena ketika itu perlu daya tarik untuk investor asing masuk dengan dana segar. Tidak perlu asas resiprokal. Tidak perlu negara di mana bank asing tadi berasal harus membuka diri bagi keberadaan bank asal Indonesia.

Tetapi ini kondisi pada lebih satu dekade lalu. Kini kondisinya sudah berubah. Pasar Indonesia sudah berkembang pesat. Kemampuan ekonomi Indonesia diukur dari produk domestik bruto (PDB) sudah mencapai Rp 8.242 triliun (tahun 2012). Indonesia masuk dalam kelompok 20 negara (G-20) dengan kekuatan ekonomi level global.

Kini Indonesia menjadi daya tarik dengan kemampuan daya beli yang tinggi. Dengan penduduk hingga 240 juta jiwa di mana sekitar puluhan juta merupakan kelas menengah dengan kemampuan belanja yang jauh di atas rata-rata, maka semua investor asing berdatangan. Sebuah berita bagus, tetapi juga sebuah ketergantungan yang kian tinggi.

Karenanya, pesan bahwa perbankan nasional jangan sampai didominasi asing semata untuk mengurangi ketergantungan yang tinggi ini. Kedaulatan yang besar dalam perbankan nasional guna menjamin jangan sampai suatu ketika negara ini hanya gigit jari, karena fungsi intermediasi perbankan untuk mengerak sektor riil dan pembangunan pedesaan tidak jalan karena bank asing lebih memilih mengirim keuntungannya ke negeri asalnya.

Dukungan perlu diberikan kepada Bank Indonesia yang menetapkan asas resiprokal bagi sebuah perbankan asing yang mau membeli sebuah bank di negeri ini. Negara asal bank tadi harus siap menerima perbankan Indonesia di sana. Apalagi, negara tadi selama ini menjadi salah satu negara tujuan wisata atau kegiatan bisnis sejumlah besar warga Indonesia.

Ketentuan lain bahwa bank asing tadi juga harus bersedia membuka sejumlah kantor cabang di sejumlah kota di luar Pulau Jawa juga perlu didukung. Ini agar bank asing tadi juga ikut menjalankan fungsi intermediasi bagi daerah yang selama ini relatif sepi secara ekonomi. Dengan demikian, ada kesetaraan dalam beban dengan bank nasional.

Sebenarnya, mengurangi kebergantungan pada asing tidak hanya pada perbankan. Manufaktur, perminyakan, infrastruktur juga harus didominasi kalangan nasional. Negara yang didominasi asing jelas rentan saat pihak asing tadi dengan alasan apa pun pergi. Jadi bukan antiasing. (pieter p gero)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Libur Panjang, Jasa Marga Proyeksi 808.000 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek

Libur Panjang, Jasa Marga Proyeksi 808.000 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek

Whats New
Kemenhub Bebastugaskan Pejabatnya yang Ajak Youtuber Korsel Main ke Hotel

Kemenhub Bebastugaskan Pejabatnya yang Ajak Youtuber Korsel Main ke Hotel

Whats New
Libur Kenaikan Yesus Kristus, 328.563 Kendaraan Tinggalkan Jakarta

Libur Kenaikan Yesus Kristus, 328.563 Kendaraan Tinggalkan Jakarta

Whats New
OCBC Singapura Ajukan Tawaran Rp 16 Triliun untuk Akuisisi Great Eastern Holdings

OCBC Singapura Ajukan Tawaran Rp 16 Triliun untuk Akuisisi Great Eastern Holdings

Whats New
Inggris Keluar dari Jurang Resesi Ekonomi

Inggris Keluar dari Jurang Resesi Ekonomi

Whats New
Minta Penjualan Elpiji di Warung Madura Diperketat, Ini Penjelasan Peritel

Minta Penjualan Elpiji di Warung Madura Diperketat, Ini Penjelasan Peritel

Whats New
Intervensi Bank Sentral Kesetabilan Rupiah dan Cadangan Devisa

Intervensi Bank Sentral Kesetabilan Rupiah dan Cadangan Devisa

Whats New
Bank Muamalat Buka Lowongan Kerja hingga 31 Mei 2024, Cek Posisi dan Syaratnya

Bank Muamalat Buka Lowongan Kerja hingga 31 Mei 2024, Cek Posisi dan Syaratnya

Work Smart
Viral Video Youtuber Korsel Diajak Mampir ke Hotel, Ini Tanggapan Kemenhub

Viral Video Youtuber Korsel Diajak Mampir ke Hotel, Ini Tanggapan Kemenhub

Whats New
Finaccel Digital Indonesia Berubah Nama jadi KrediFazz Digital Indonesia

Finaccel Digital Indonesia Berubah Nama jadi KrediFazz Digital Indonesia

Whats New
Dampak Fluktuasi Harga Pangan Awal 2024

Dampak Fluktuasi Harga Pangan Awal 2024

Whats New
Mengenal 2 Fitur Utama dalam Asuransi Kendaraan

Mengenal 2 Fitur Utama dalam Asuransi Kendaraan

Earn Smart
Penggunaan Gas Domestik Didominasi Industri, Paling Banyak Industri Pupuk

Penggunaan Gas Domestik Didominasi Industri, Paling Banyak Industri Pupuk

Whats New
Libur Panjang, Angkasa Pura II Proyeksikan Penumpang Capai 1 Juta Orang

Libur Panjang, Angkasa Pura II Proyeksikan Penumpang Capai 1 Juta Orang

Whats New
Percepat Peluncuran Produk untuk Perusahaan Teknologi, XpandEast Terapkan Strategi Pengurangan Time-to-Market

Percepat Peluncuran Produk untuk Perusahaan Teknologi, XpandEast Terapkan Strategi Pengurangan Time-to-Market

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com