Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Daerah Usul Royalti Batu Bara Jadi 25 Persen

Kompas.com - 11/07/2013, 10:48 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com —
Upaya pemerintah pusat untuk mengenakan tarif royalti lebih besar kepada perusahaan batu bara mendapat sambutan dari pemerintah daerah. Bahkan, Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) mengusulkan agar pemerintah mengerek tarif royalti batu bara menjadi 25 persen, baik ke perusahaan tambang pemegang izin usaha pertambangan (IUP) maupun pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B).

Usulan Apkasi ini disampaikan oleh Ketua Apkasi Isran Noor, Rabu (10/7/2013). Pertimbangan Irsan, selama ini pemerintah pusat dan daerah tidak mendapat banyak manfaat dari upeti yang diberikan perusahaan batu bara karena nilainya terlalu kecil. "Perusahaan kan hanya sebagai operator, pemiliknya tetap negara. Seharusnya bayarannya pun semakin besar," ungkap Irsan saat dihubungi KONTAN.

Sekadar mengingatkan, pemerintah pusat sejatinya sudah menyampaikan usulan kenaikan royalti batu bara ini kepada DPR. Namun, usulan pemerintah hanya naik menjadi 13 persen. Itu pun hanya diberlakukan terhadap perusahaan pemilik IUP. Selama ini perusahaan batu bara pemegang IUP terkena tarif royalti 3 persen-7 persen.

Usulan Apkasi ini tampaknya bakal sebatas wacana. Pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro menyebut persentase kenaikan royalti yang diusulkan Apkasi terlalu tinggi. Ia khawatir tarif royalti yang tinggi ini akan memberatkan perusahaan batu bara.

Terlebih lagi, selain royalti, perusahaan tambang batu bara juga dibebani pajak. "Pajak PKP2B itu bahkan ada yang 45 persen. Jadinya bisa mematikan industri pertambangan batu bara kalau royaltinya sebesar itu," kata Bambang kepada KONTAN, Rabu (10/7/2013).

Wakil Ketua Komisi XI Harry Azhar Azis menilai usulan Apkasi ini wajar dan rasional. Anggota Fraksi Partai Golkar ini pun menyarankan agar Apkasi menyampaikan usulan tersebut saat pemerintah dan DPR tengah membahas RUU Perimbangan Keuangan. Bahkan, Harry mengusulkan dalam kontrak pertambangan di suatu daerah, pemda setempat mendapatkan 20 persen golden share secara gratis.

Usulan Harry mendapat dukungan dari anggota Komisi XI asal PDI-P, Maruarar Sirait. Hanya saja ia berpendapat momen usulan tersebut sebaiknya dilakukan setelah pemberlakuan tarif IUP baru pada 2014 mendatang. "Kalau yang PKP2B royaltinya sudah 13 persen," tandas Maruarar.

Diskusi kenaikan tarif ini jelas membuat pengusaha batu bara jengah. Supriatna Sahala, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Batubara Indonesia (APBI), berpendapat, kebijakan pemerintah menaikkan royalti IUP menjadi 13 persen sudah memberatkan industri.

Ia mengklaim kebijakan tersebut akan membuat banyak perusahaan tutup. Hal tersebut mengingat bahwa harga batu bara saat ini sedang melemah karena permintaan pasar sedang lesu. (Margareta Engge Kharismawati, Anna Suci Perwitasari)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com