Dalam rilisnya, Direktur Eksekutif Fitch Ratings Singapore, Shamim Zubair menyatakan kondisi itu disebabkan oleh masih kuatnya arus kas yang berdenominasi dollar AS dari perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang itu.
Khusus untuk perusahaan yang menjalankan program public service obligation (PSO/subsidi), hal itu juga diperkuat oleh dukungan fiskal dari pemerintah. "Lebih dari itu, tidak banyak perusahaan yang memiliki pinjaman jangka pendek yang jatuh tempo dalam waktu dekat ini," jelas Zubair dalam siaran pers, Kamis (29/8/2013).
PT Adaro Indonesia (BB+/Stable), PT Indika Energy Tbk (B+/Stable), dan Star Energy Geothermal (B+/Stable) tidak terpengaruh oleh depresiasi mata uang rupiah karena pendapatan perusahaan-perusahaan itu dalam dollar AS.
Kondisi tersebut menjadikan perusahaan-perusahaan itu memiliki lindung nilai (hedge) yang "alami". Margin keuntungan dari produser batu bara thermal juga bisa digunakan untuk mendanakan biaya operasional dalam bentuk rupiah.
Sementara itu, peringkat PT Pertamina (BBB-/Stable) dan PT Perusahaan Listrik Negara (BBB-/Stable) juga tidak terpengaruh oleh pelemahan rupiah, karena rating dua perusahaan itu sama dengan rating Indonesia (BBB-/Stable).
Pertamina dan PLN sejauh ini juga menjalankan program PSO. Seiring dengan pelemahan rupiah terhadap dollar AS, dua perusahaan itu akan mengerek biaya operasional serta biaya impor bahan baku.
"Fitch percaya, bahwa Pemerintah Indonesia akan menyetujui kenaikan budget untuk mengakomodasi kondisi yang ada," jelas riset tersebut.
Demikian juga dengan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (BBB-/Stable) yang pendapatannya dalam denominasi dollar AS. Menguatnya dollar AS sama sekali tidak berpengaruh terhadap perusahaan itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.