"(Kenaikan BI rate) baik, tapi harus paralel dengan kebijakan fiskal Pemerintah. Kalau keduanya seiring sejalan, proses 'krisis kecil' ini akan segera kita tanggulangi dengan baik," kata Ketua Komisi Ekonomi Nasional (KEN) Chairul Tanjung, di istana, Kamis petang. Dia mengatakan kenaikan BI rate sudah menjadi ekspektasi pasar sejak dua pekan lalu, saat Bank Indonesia rutin menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulanan.
BI rate kembali naik untuk ketiga kalinya pada tahun ini, naik dari 6,5 persen menjadi 7 persen, diputuskan dalam RDG Tambahan Bank Indonesia. Menurut Chairul respons positif pasar terlihat dari menguatnya indeks harga saham gabungan (IHSG) dari Bursa Efek Indonesia, setelah sebelumnya anjlok secara marathon. Nilai tukar rupiah pun, imbuh dia, langsung memperlihatkan penguatan meskipun belum terlalu signifikan.
Chairul mengatakan pada prinsipnya pasar akan selalu menunggu pertanda dari pemerintah dan otoritas moneter. "Begitu terjadi pelemahan rupiah dan tak ada action dari otoritas moneter, takut," ujar dia. Apalagi, imbuh Chairul, sebelumnya imbal hasil surat utang negara (SUN) bertenor 10 tahun sudah mencapai 8,7 persen, dianggap punya disparitas terlalu jauh dengan BI rate di level 6,5 persen.
Menurut Chairul kenaikan BI rate ini tak akan merugikan iklim investasi di Indonesia. Dia berpendapat margin usaha di Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan di tempat lain. "Kalau BI rate naik 0,5 persen atau bahkan 1 persen, tidak akan mengganggu iklim investasi. Yang terganggu sedikit (hanya) keuntungan dunia usahanya, tapi target tidak terpengaruh, tidak masalah," papar dia.
Langkah imbang fiskal
Namun kenaikan 50 basis poin BI rate ini mencukupi atau tidak untuk menyikapi fluktuasi nilai tukar rupiah dan mendongkrak indeks bursa, Chairul tidak dapat memastikan. Perlu dinaikkan lagi atau tidak, ujar dia, harus melihat perkembangan setelah kenaikan kali ini. "Ini kan dosis seperti ngasih obat," kata Chairul beribarat.
Selain tergantung dosis, Chairul menegaskan pemerintah juga harus menangani beberapa hal lain di sektor riil dan fiskal, meskipun tetap akan disambut gembira bila langkah moneter yang ditempuh Bank Indonesia sudah memadai. "Tinggal sekarang bagaimana di lapangan," kata dia.
Di antara langkah yang mendesak dilakukan pemerintah untuk mengimbangi upaya moneter tersebut, ujar Chairul, adalah penurunan harga-harga komoditas pangan. "Supaya inflasi jangan sampai 9,2 persen (di akhir tahun)," kata dia. Untuk itu, dia menyarankan Presiden menekankan lagi penugasan untuk Menteri Pertanian dan Menteri Perdagangan mengatasi masalah ini.