Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Business Model" Baru, Keluar dari Kotak Nyaman

Kompas.com - 24/09/2013, 10:57 WIB

                                                 Rhenald kasali (@Rhenald_Kasali)

Pertarungan di era “surprise economy” bukan lagi seperti yang digambarkan Michael Porter dalam konsep five forces-nya. Itu kata Rita Gunther Mcgrath. Saya kira ini ada benarnya. Bisnis kita tidak lagi sekedar menghadapi tekanan dari dalam indutri dari para substitute, melainkan juga dari luar industri. Pertarungan itu bahkan terjadi antara business model.

Ini tentu merepotkan, karena kita terbiasa memetakan lawan sebagai mereka yang membuat sesuatu yang sama dengan kita. Padahal pendatang baru bisa menggerus usaha kita dengan pendekatan yang sama sekali berbeda. Itulah surprise. Mengejutkan para pegawai yang tiba-tiba bertanya, “who moved my cheese?

Saya ajak Anda melihat bagaimana Infomedia “keluar” dari kotak rasa nyamannya dan bertarung dalam business model baru. Seperti cerita saya tentang arloji Swiss yang mayoritas terperangkap inside the odds dengan model business yang lama, para pegawai biasanya sulit diajak melihat dan bergerak dalam dunia yang baru. Di sinilah perubahan mindset amat menentukan.

Yellow Pages

Perangkap sukses di masa lalu bisa membentuk masa depan. Itu dialami oleh insan Infomedia, anak perusahaan PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) yang dulu sangat dikenal dengan Yellow Pages-nya. Ya, siapa yang tak kenal Buku Kuning yang tebal, yang biasa kita pakai untuk mencari alamat dan nomor telepon. Di situ ada pula ada bisnis iklan yang besar. Ribuan UMKM memajang data-datanya dalam iklan-iklan display dan mini agar diketahui calon pelanggan.

Waktu berjalan, dunia pun beralih ke dunia digital. Dari kertas, pelanggan beralih ke CD, Web dan seterusnya. Perlahan-lahan bisnis ini mengerucut. Kendali sudah dipindahkan ke dunia digital, perubahan itu terus terjadi. Tak ada yang bisa menandingi mesin pencari yang digagas oleh Google, yang jauh lebih cepat dengan daya jelajah yang tak terbatas. Keduanya memang tidak head on, business modelnya sama sekali berbeda, tetapi daya hancurnya tak terkendali.

Kalau Anda tak menyadari hal ini, bolak-balik Anda akan mengambil langkah inside the odds. Branding, price bundling, exhibition, customer service dan program-program marketing lainnya. Faktanya masalah-masalah yang dihadapi bukan terjadi inside the odds. Anda harus keluar menjelajahi samudera biru yang baru, dengan logika baru.

Kemarin, di Bogor, saya diminta membantu Infomedia yang mengambil langkah keluar. Sewaktu saya tanya pada para eksekutif apa yang dibutuhkan, mereka menjawabnya dengan visi baru itu, namun masalahnya, “semua masih hidup dan berpikir dalam era Yellow Pages”.

Dunia baru yang mereka geluti itu sudah ditemukan, yaitu Business Process Outsourcing (BPO) dan Knowledge Process Outsourcing (KPO). Singkatnya begini. Anda tentu tahu betapa berjayanya India sebagai lokasi global outsourcing perusahaan-perusahaan besar dunia. Mulanya adalah Contact Center atau Client Service. Menurut BPO Market Outlook 2013, bisnis ini berhasil menampung lebih dari 1 juta pencari kerja India, yang sebagian besar adalah kaum muda dan para engineer.

Pertumbuhannya juga tinggi, diperkirakan sekitar sebesar  304 miliar dollar AS pada saat ini. Bahkan para ekonom di India memperkirakan bisnis ini telah menyumbang 7 persen-8 persen dari keseluruhan PDB India.

Logika outsourcing di India berbeda benar dengan logika yang kita saksikan disini, yang ramai memicu keributan di kalangan buruh. Outsourcing seperti ini adalah sebuah pencarian global perusahaan untuk fokus pada bisnis inti dan memperkuat kompetensinya.

Tantangan ini disambut ole Filipina, China dan belakangan juga Malaysia. Mereka kini bertarung habis-habisan dan menjadi lokasi outsourcing perusahaan Fortune 500 yang induknya ada di negara-negara industri maju. Citranya pun bergeser, dari bisnis tak bergengsi dengan “bergaji murah”, tanpa karier dengan kualifikasi pekerja yang rendah dan kini sudah beralih ke BPM (Business Process Management) yang menuntut keahlian-keahlian khusus.

Dari pamflet yang dibuat oleh Nasscom di India, saya membaca bagaimana perusahaan-perusahaan itu mengangkat gengsi calon pekerja. Mereka menjanjikan karier yang menarik, bahkan menawarkan posisi-posisi baru di luar call center. Mereka memperkenalkan BPM dengan mata rantai nilai (Supply Value Chain) yang lebih luas.

Tunjangan-tunjangan kesehatan, kendaraaan, job rotation, sampai dengan pensiun menarik diberikan seperti layaknya perusahaan besar.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com