"Kebijakan energi di Rusia sangat nasionalistis, meskipun ada kepentingan politis. Perusahaan nasional mengambil blok yang rate of return tinggi, tapi resiko kecil. Membangun perusahaan minyak nasional adalah prioritas, Vladimir mengundang investasi asing untuk lifting. Di sini kita lihat leadership sangat penting," terang Darma, di Jakarta, Senin (30/9/2013).
Norwegia dan Malaysia juga disebut memiliki pemimpin yang paham akan ketahanan energi. Pada 1960an ditemukan cadangan migas yang cukup besar di Norwegia. Meski belum ada teknologi dan dana, pemerintahnya mengutamakan bagaimana menambah nilai sumber daya alam yang dimiliki. Sehingga, saat ini pun Norwegia berhasil mencukupi kebutuhan energinya.
"Malaysia juga mirip. Tapi dalam kontrak yang dibuat, investor diharuskan membangun fasilitas di Johor Baru. Sehingga ada ahli dari Finlandia," tutur pengamat asal Yogyakarta itu.
Sebelumnya, Executive Director of Reformier Institute, Pri Agung Rakhmanto mengatakan kepemimpinan (leadership) merupakan faktor penting penentu arah kebijakan terkait ketahanan energi.
Di sektor hulu misalnya dengan mengeluarkan kebijakan yang mengutamakan peningkatan produksi minyak dan mengurangi ketergantungan impor minyak mentah dengan membangun kilang minyak.
Dukungan pemerintah dalam pengadaan refinary menjadi salah satu indikator keberpihakan pemerintah. Hal itu bisa tercermin dalam APBN, atau insentif untuk membangun kilang minyak.
Ditemui di sela-sela diskusi tentang energi, Pri mengatakan bahwa Indonesia masih butuh 2-3 kilang minyak, hingga 2018. Kapasitas produksi tiap kilang minyak itu sekitar 300.000 barel per hari. Dengan demikian, Indonesia diharapkan tidak menjadi nett importir terbesar BBM jenis bensin pada 2018.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.