Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Regulasi Pemerintah Sulit Kendalikan Asing

Kompas.com - 09/11/2013, 07:22 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com -
Regulasi peraturan menteri berkaitan dengan kebijakan pelonggaran daftar negatif investasi bagi investor asing diyakini akan sulit bisa menjaga kepentingan nasional. Itu karena yang sudah terjadi, kekuatan asing terbukti selalu bisa mengarahkan regulasi yang ada.

”Kalau asing dominan, perangkat regulasi itu akan mereka kendalikan dan itu sudah terjadi lama. Misalnya undang-undang migas yang penyusunannya dibiayai Bank Dunia,” kata Revrisond Baswir, Kepala Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, yang dihubungi Jumat (8/11/2013).

Langkah membuka akses investasi asing secara lebar, menurut Revrisond, lebih sebagai bentuk kepanikan pemerintah. Hal ini terutama berangkat dari situasi ekonomi domestik yang sempat bergejolak ditandai dengan melemahnya rupiah dan merosotnya cadangan devisa.

”Tampaknya pemerintah sekarang ini mengandalkan penguasaan cadangan devisa dengan membuka pintu selebar-lebarnya bagi masuknya modal asing. Revisi DNI ini adalah solusi instan yang tidak benar-benar dipikir secara serius tentang bagaimana dampaknya terhadap perkembangan ekonomi nasional dalam jangka panjang,” kata Revrisond.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo menegaskan, rencana pemerintah membuka sejumlah sektor untuk investor asing harus disiapkan dan dianalisis dengan baik. Kebijakannya harus diarahkan untuk memperbaiki ekspor atau menghasilkan produk yang substitusi atau menggantikan impor.

Pemerintah berencana membuka lima sektor untuk investor asing, seperti bandar udara, pelabuhan, dan terminal. Sektor perbankan sudah terbuka bagi asing hingga 99 persen sejak tahun 1999. Hal itu diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1999 tentang Pembelian Saham Bank Umum.

Agus mengatakan, masuknya asing ke lima sektor di Indonesia dapat dipertimbangkan. Namun, langkah itu harus fokus pada memperbaiki transaksi berjalan, mendorong ekspor, dan mengendalikan impor, terutama memperbaiki neraca jasa dan pendapatan.

Yang harus dihindari adalah investor asing yang hanya fokus kepada pasar dalam negeri karena tidak membantu perbaikan transaksi berjalan.

Revrisond Baswir menegaskan, DNI harus melindungi sektor strategis. Regulasi sektoral berikut penegakan hukum yang secara normatif bisa menjamin itu.

Namun, Revrisond  menambahkan, persoalannya adalah regulasi sektoral sebagaimana terjadi selama ini ditengarai justru diarahkan pihak asing. Sementara penegakan hukum masih lemah.

Revrisond menjelaskan, DNI mengatur kepemilikan modal asing. Sementara pengaturan tetap pada pemerintah. Kepemilikan saham mayoritas boleh saja asing. Alasannya, investor perlu itu untuk kepastian pengambilan kebijakan.

Kepemilikan saham mayoritas oleh asing sebagaimana akan berlaku di beberapa bidang usaha DNI tidak berarti menghilangkan kontrol pemerintah. Kontrol itu terletak di kementerian dan lembaga negara terkait selaku regulator. Instrumennya adalah peraturan menteri terkait tentang persyaratan sektoral.

”Kementerian bisa bikin aturan yang harus tetap dipatuhi meski kepemilikan saham asing mencapai 100 persen atau mayoritas,” kata Revrisond. (IDR/LAS)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menperin: PMI Manufaktur Indonesia Tetap Ekspansif Selama 32 Bulan Berturut-turut

Menperin: PMI Manufaktur Indonesia Tetap Ekspansif Selama 32 Bulan Berturut-turut

Whats New
Imbas Erupsi Gunung Ruang: Bandara Sam Ratulangi Masih Ditutup, 6 Bandara Sudah Beroperasi Normal

Imbas Erupsi Gunung Ruang: Bandara Sam Ratulangi Masih Ditutup, 6 Bandara Sudah Beroperasi Normal

Whats New
Jumlah Penumpang LRT Jabodebek Terus Meningkat Sepanjang 2024

Jumlah Penumpang LRT Jabodebek Terus Meningkat Sepanjang 2024

Whats New
Hingga Maret 2024, BCA Syariah Salurkan Pembiayaan ke UMKM Sebesar Rp 1,9 Triliun

Hingga Maret 2024, BCA Syariah Salurkan Pembiayaan ke UMKM Sebesar Rp 1,9 Triliun

Whats New
Antisipasi El Nino, Mentan Amran Dorong Produksi Padi NTB Lewat Pompanisasi

Antisipasi El Nino, Mentan Amran Dorong Produksi Padi NTB Lewat Pompanisasi

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru pada Jumat 3 Mei 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru pada Jumat 3 Mei 2024

Spend Smart
Keberatan Penetapan Besaran Bea Masuk Barang Impor, Begini Cara Ajukan Keberatan ke Bea Cukai

Keberatan Penetapan Besaran Bea Masuk Barang Impor, Begini Cara Ajukan Keberatan ke Bea Cukai

Whats New
Ada Penyesuaian, Harga Tiket Kereta Go Show Naik per 1 Mei

Ada Penyesuaian, Harga Tiket Kereta Go Show Naik per 1 Mei

Whats New
Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BNI hingga Bank Mandiri

Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BNI hingga Bank Mandiri

Whats New
Melirik Potensi Bisnis Refraktori di Tengah Banjir Material Impor

Melirik Potensi Bisnis Refraktori di Tengah Banjir Material Impor

Whats New
IHSG Bergerak Tipis di Awal Sesi, Rupiah Bangkit

IHSG Bergerak Tipis di Awal Sesi, Rupiah Bangkit

Whats New
Harga Emas Terbaru 3 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 3 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Pertamina Geothermal Kantongi Laba Bersih Rp 759,84 Miliar per Kuartal I-2024

Pertamina Geothermal Kantongi Laba Bersih Rp 759,84 Miliar per Kuartal I-2024

Whats New
Ekspansi Pabrik Terealisasi, Emiten Alat Kesehatan OMED Catat Laba Bersih Rp 63,5 Miliar per Kuartal I-2024

Ekspansi Pabrik Terealisasi, Emiten Alat Kesehatan OMED Catat Laba Bersih Rp 63,5 Miliar per Kuartal I-2024

Whats New
Harga Bahan Pokok Jumat 3 Mei 2024, Harga Ikan Kembung Naik

Harga Bahan Pokok Jumat 3 Mei 2024, Harga Ikan Kembung Naik

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com