Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Babak Baru "Open Access", Siapa yang Diuntungkan?

Kompas.com - 02/12/2013, 11:03 WIB


Rhenald Kasali ( @Rhenald_Kasali )

Jalan-jalan yang dulu tertutup kini terbuka. Siapa yang diuntungkan, siapa dirugikan?

Pertanyaan itu selalu menghantui “pemilik jalan." Mereka tentu keberatan jalannya dibuka untuk umum. Apalagi bila di situ ada hak monopoli dan tarifnya bisa ditentukan sendiri.

Sementara itu, yang kini bisa ikut lewat tentu senang. Itulah Open Access, sebuah dobrakan pasca perang dingin yang dilakukan untuk membuat flow barang, jasa dan manusia bergerak lancar, murah, efisien dan lebih banyak orang yang bisa menikmati.

Seperti Tower Bersama dalam industri telekomunikasi, atau ATM bersama dalam industri perbankan, perubahan serupa tengah terjadi dalam pendistribusian gas dengan 40-an pemain.

Dari 40 pemain itu, pemilik jalan (pipa) ada 16, selebihnya adalah trader biasa. Nah, dari 16 pemilik pipa, hanya ada 2 pemain besar: Pertagas dan PGN. Yang satu pemain baru, yang satunya pemain lama yang sudah menguasai hubungan dengan pelanggan.

Lalu bagaimana impact dari perubahan ini pada keduanya?

Heboh Akuisisi

Di media massa saya membaca berbagai kehebohan yang disampaikan berbagai pihak. Seperti layaknya perubahan-perubahan besar, kehebohan seperti ini selalu dipicu oleh persepsi-persepsi buruk akan datangnya bencana, kekalahan atau kerugian besar. Berbagai tuduhan dan isu pun beredar, termasuk isu tentang akuisisi yang lalu dianalisis baik buruknya.

Kata ahli rumor Allport dan Posman, kalau tak ada informasi yang dimengerti, imaginasi pun digoreng.

Tapi baiklah kita kupas perubahan yang terjadi. Saya ambil kajian yang dilakukan secara ilmiah oleh seorang analis keuangan dari UBS yang pada 13/6/2012 menurunkan laporan tentang Perusahaan Gas Negara yang berjudul: The End Game.

PGN memang pemain dominan dalam penyaluran gas. Ia baru memiliki lawan tangguh (Pertagas) beberapa tahun belakangan ini yang lahir dari proses transformasi di Pertamina yang diamanahkan menjadi Powerhouse Indonesia.

Menurut analis UBS, competitiveness PGN akan pudar karena dua hal: Open Access (pada pipa transmisi dan distribusi) dan terminal penerima LNG.

Jadi kalau pipa transmisi yang menghubungkan sumber gas di Sumatera Selatan dengan pasar dominannya di Jawa Barat dibuka, maka PGN hanya bisa mengenakan tarif lewat (toll fee) sebesar 1,5 dollar AS/mmbtu. Padahal sebelumnya ia membebankan 4,0 dollar AS/mmbtu kepada pelanggannya.

Besarnya tarif itu kini ditentukan pemerintah dan berlaku umum. Lalu, bagaimana bila bukan hanya pipa transmisi saja yang dibuka? Sebut saja pipa-pipa distribusi yang menghubungkan pipa-pipa besar dengan pelanggan. Dengan tarif yang lebih murah yang diajukan pesaing-peingnya, pelanggan-pelanggan tentu bisa hijrah dengan cepat.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com