Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/12/2013, 10:05 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com- Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah yang bergerak dalam bidang pangan masih menghadapi sejumlah tantangan dalam menggarap pasar domestik. Tantangan ini diyakini akan kian berat saat berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN pada akhir 2015.Demikian, antara lain, yang mengemuka dalam diskusi kelompok terarah membahas kesiapan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) pangan menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 di Jakarta, Senin (16/12/2013).

Acara yang diselenggarakan oleh Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) ini ditujukan untuk mengidentifikasi fakta dan permasalahan UMKM pangan Indonesia.

Hal itu diperlukan untuk memberikan rekomendasi dan solusi bagi pemangku kebijakan dan pemangku kepentingan untuk mendukung UMKM dan meningkatkan daya saing produk.

Wakil Ketua Umum Gapmmi Bidang Pembinaan UKM Betsy Monoarfa mengusulkan perlunya dibangun sentra bagi industri kecil dan menengah pangan.

Keberadaan sentra tersebut diyakini akan memudahkan pembinaan dan mengefisienkan usaha UMKM dibandingkan jika mereka bekerja secara terpisah. ”Ujung-ujungnya, daya saing UMKM pangan akan meningkat,” ujar Betsy.

Belasan pelaku UMKM yang mengikuti diskusi juga memberikan sejumlah masukan. Masukan tersebut antara lain perlunya pembinaan bagi UMKM yang berkelanjutan dan bukan hanya lokakarya sesaat.

Bantuan nyata, seperti penyediaan kemasan secara massal, juga diharapkan UMKM untuk mengefisienkan biaya produksi sehingga pelaku UMKM tinggal memasang stiker untuk membedakan produknya.

”Kalau dibuat secara massal, pasti lebih murah,” kata Nia Aryawati, pelaku UMKM yang bergerak dalam bidang produksi minuman nabati.

Direktur Standardisasi Produk Pangan Badan Pengawas Obat dan Makanan Tetty H Sihombing menuturkan, menjadi tantangan bagi pelaku usaha di dalam negeri untuk memenuhi standar.

Posisi Indonesia di tengah negara-negara tetangga juga harus dicermati. ”Perdagangan kita terhadap Thailand tahun lalu minus 800 juta dollar AS. Sampai Juli tahun ini, minusnya 533 juta dollar AS. Saya heran karena dengan Laos pun kita minus di produk makanan olahan dan semi-olahan,” kata Ketua Umum Gapmmi Adhi S Lukman.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Gapmmi Franky Sibarani menyatakan perlunya mendefinisikan industri rumah tangga, misalnya, sebagai industri yang produksinya melekat pada rumah tangga.

”Pendekatannya tentu akan beda dengan industri kecil yang punya ruang produksi tersendiri maupun dalam kluster,” ujar Franky.

Menurut Franky, merupakan pekerjaan rumah semua pemangku kepentingan untuk meningkatkan daya saing pelaku UMKM, antara lain melalui pendampingan.

”UMKM perlu didukung agar mereka dapat optimal menggarap potensi pasar dalam negeri,” kata Franky. (CAS)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com