Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ekspor Mineral Olahan Bakal Dikenai Bea Keluar Progresif

Kompas.com - 14/01/2014, 15:30 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Ekspor mineral olahan bakal dikenai bea keluar progresif sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang kini tengah dipersiapkan.

PMK yang akan diterbitkan itu mengacu pada ketentuan dari Peraturan Menteri ESDM yang mengatur tentang batasan kadar pengolahan dan pemurnian mineral itu sendiri.

Menteri ESDM Jero Wacik, dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (13/1/2014) memastikan, mineral yang sudah dimurnikan tidak dikenai bea keluar. Sedangkan, mineral olahan, sesuai kadarnya, bakal dikenai bea keluar.

“Kalau yang sudah dimurnikan tidak ada bea keluar. Tahun-nya makin ke sana (menuju 2017) makin besar (tarif pajaknya, atau progresif),” ujarnya.

Sebagaimana disebutkan dalam Permen ESDM No.1 tahun 2014, pemerintah memberikan batas waktu pembangunan pabrik pemurnian bijih mineral (smelter) sampai tiga tahun ke depan. Artinya, sampai 2017 perusahaan tambang masih bisa mengekspor mineral olahan sesuai kadar yang ditentukan.

“Kalau lama-lama makin tinggi (bea keluarnya). Lebih baik membangun smelter. Nanti kalau disadari, perusahaan tambang akan membuat produk hilir,” harap Jero.

Direktur Jenderal Minerba, ESDM, R Sukhyar menambahkan, akibat pelarangan ekspor ore (mineral mentah) diprediksikan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) tahun 2014 dari sektor tambang khususnya mineral logam (tidak termasuk batubara) akan berkurang Rp 2 triliun.

Pada tahun 2015 nanti, PNBP akan semakin mengecil. “Tapi 2016 nanti PNBP akan (naik) 2 kali 2013. PNBP mineral pada 2013 sebesar Rp 6,5 triliun,” kata Sukhyar.

Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurthi mengatakan, hilirisasi mineral tambang menggunakan sistem insentif dan disinsentif bea keluar. Bea keluar yang didesain Kementerian Keuangan, lanjut dia, akan semakin rendah untuk mineral yang makin mendekati produk hilir.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com