Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bisnis Sidat, "Ikan Ular" yang Berharga Mahal

Kompas.com - 20/01/2014, 11:04 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati

Penulis


BANYUWANGI, KOMPAS.com - Perkembangan sidat, ikan air tawar yang menyerupai ular di wilayah Banyuwangi terus menggeliat.

Menurut Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Pudjo Hartanto ada sekitar 10 kelompok tani yang sudah melakukan pembesaran sidat di Banyuwangi.

"Produksinya per tahun sekitar 10 ton per bulan dengan kualitas ekspor. Sidat banyak digunakan sebagai bahan makanan di restoran-restoran Jepang dengan harga yang cukup mahal," kata Pudjo, Senin (20/1/2013).

Pudjo menjelaskan, masih belum ada teknologi yang bisa menghasilkan bibit Sidat karena ikan yang berbentuk seperti ular tersebut mempunyai siklus hidup yang unik. "Untuk bibit masih tergantung pada tangkapan alam, karena Sidat betelur di wilayah laut dan besar di air tawar," jelasnya.

Sementara itu, Daniel Amrullah (50) salah satu pembudidaya Sidat di wilayah Desa Parijatah Kulon, Kecamatan Srono, kepada Kompas.com menjelaskan, selama ini ia mendapatkan bibit Sidat masih dari luar Banyuwangi.

"Biasanya saya pesan bibit dari Mentawai, Cilacap, Pelabuhan Ratu, dan Lampung. Jangankan di Banyuwangi, di Jepang sendiri masih belum ada ilmu tekhnologi untuk pembibitan Sidat. Di sini saya hanya melakukan pembesaran," jelasnya.

Menurut Daniel, dia menggunakan bibit dengan ukuran 'finger" dengan isi per kilo sekitar 5.000 sampai 7.000 ekor, "1 kilogram ukuran finger dalam waktu 8 bulan akan menghasilkan kurang lebih 1,25 ton sidat dengan harga jual sekitar Rp 150.000 per kilogram. Kenapa 8 bulan? karena di usia tersebut ukuran sidat antara 3 ons sampai 6 ons dan siap dikonsumsi," ungkapnya.

"Tapi Sidat juga mempunyai golden size antara 2,5 ons hingga 3,5 ons, ukuran itu yang sering di cari restoran-restoran Jepang sebagai bahan Unagi. Tapi kalau dibiarkan Sidat bisa besar sampai ukuran 3 meter bentuknya seperti ular," sambungnya.

Sidat yang dibudidayakan oleh Daniel banyak di jual ke Bandung, Jakarta, Surabaya dan Bali. "Ada juga yang di ekspor, tapi untuk memenuhi permintaan dalam negeri saja sudah kewalahan. Jadi berapa pun banyaknya Sidat selalu laku jadi enggak pernah khawatir susah penjualannya. Banyak pembeli yang langsung datang ke sini," kata dia.

Sedangkan untuk tempat pembesaran, Daniel memanfaatkan sungai yang di alirkan ke kolam-kolam kecil di belakang rumahnya. "Air untuk Sidat harus mengalir, agar sidatnya bergerak dan banyak makan, karena kalo airnya diam maka Sidat akan malas makan, dan sisa pakan yang tidak termakan akan menghasilkan racun untuk sidat," kata Daniel lagi.

Daniel mengaku untuk bahan pakan dia melakukan riset sendiri dengan mencampur tepung ikan, dedak halus, tepung jagung, tapioka, dan rumput laut hingga berbentuk seperti pasta. "Normalnya makanan yang diberikan lima persen dari berat Sidat, tapi sengaja saya tambah menjadi 7,5 persen agar cepat panen tapi tentu dengan memperkuat aliran sungai, karena sidat akan bergerak lebih cepat," tandas Daniel.

Daniel memprediksi budidaya Sidat di Banyuwangi akan terus berkembang pesat karena Sidat menjadi salah satu hidangan utama yang terpopuler di Jepang. "Selain Unagi ada juga Unadon, sidat bakar yang disajikan di atas nasi. Sedangkan Sidat sendiri di Jepang sudah menjadi ikan langka dan hanya 30 persen sidat dari Jepang sendiri yang digunakan sisanya yang ekspor salah satunya dari wilayah Banyuwangi," cetus Daniel.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com