Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perdagangan Antarpulau Terhenti

Kompas.com - 22/01/2014, 10:11 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Gelombang tinggi di sejumlah perairan sejak Senin pekan lalu hingga Selasa (21/1/2014) membuat otoritas pelabuhan menunda perjalanan melalui laut. Dampaknya, perdagangan antarpulau terhenti karena sejumlah komoditas tidak bisa dikirim.

Kepala Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta, Ferry Akbar mengatakan, gelombang tinggi lebih dari 3 meter di Laut Jawa dan Selat Karimata—yang menghubungkan Pulau Sumatera dan Kalimantan—mengakibatkan pihaknya menunda mengeluarkan surat persetujuan berlayar (SPB) untuk semua kapal tujuan Sumatera dan Kalimantan setidaknya hingga Rabu ini. Keputusan tersebut merupakan hasil rekomendasi Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, yang didasari pantauan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

”Kami tidak mau mengambil risiko di tengah gelombang tinggi di laut lepas. Oleh sebab itu, kami menunda mengeluarkan SPB demi keselamatan para pelaut,” ujar Ferry.

Mayoritas kapal layar di Pelabuhan Sunda Kelapa membawa muatan menuju Sumatera, seperti Lampung, Tanjung Pinang, serta Bangka Belitung, dan Kalimantan, terutama Pontianak, Kalimantan Barat.

Muhammadin (70), anak buah Kapal Layar Motor Hikma Madani, telah tujuh hari tertahan di Pelabuhan Sunda Kelapa. Padahal, dia dan tujuh rekannya siap melaut dengan membawa 50 ton beras menuju Pontianak.

”Kami belum berani melaut karena pelabuhan belum memberi izin. Sampai saat ini, kami belum tahu sampai kapan

bisa melaut lagi,” kata Muhammadin, yang tengah menguras air hujan yang tertampung di terpal biru penutup beras di atas kapalnya.

Semakin lama di pelabuhan tentu berimbas pada membengkaknya pengeluaran ABK. Agus (34), misalnya, harus mengeluarkan Rp 70.000 per hari untuk membeli lima drum air bersih yang digunakan untuk kebutuhan ABK. Satu drum berisi 20 liter air.

Ditambah lagi, mereka harus mengeluarkan biaya makan dua kali sehari, minimal Rp 15.000 untuk satu kali makan. Agus dan ABK lain dari KLM Pinisi Indah, yang juga menuju Pontianak, tertahan selama 10 hari di Pelabuhan Sunda Kelapa.

Gelombang tinggi dan ditundanya pelayaran kapal berimbas pula pada terganggunya aktivitas bongkar muat di Sunda Kelapa. Puluhan truk muatan besar terparkir di sisi jalan sekitar pelabuhan.

Mereka belum bisa mengambil barang ataupun mengangkut barang dari kapal karena belum ada kapal yang berlayar sejak ditundanya SPB.

Berdasarkan data PT Pelabuhan Indonesia II Cabang Sunda Kelapa, sepanjang tahun 2013, kapal-kapal layar memuat 132.187 ton beras dari Pelabuhan Sunda Kelapa menuju Tanjung Pinang, Bangka Belitung, dan Pontianak.

Di tempat terpisah Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengakui, banjir dan cuaca ekstrem di beberapa daerah mengganggu suplai bahan makanan dan bahan bakar minyak (BBM) dalam jangka pendek. Namun, ia menegaskan, stok bahan makanan dan BBM dalam kondisi aman.

”Saya memperoleh laporan bahwa dalam jangka pendek ini suplai bahan makanan sudah mulai terganggu, juga BBM dan minyak tanah,” kata Hatta di Jakarta.

Hatta menyatakan sudah menghubungi otoritas Perum Bulog dan TNI. Perum Bulog diminta tidak menunggu perintah dan proaktif bertindak jika sewaktu-waktu ada gangguan distribusi yang fatal. Pihak TNI dikatakan membantu suplai logistik di wilayah Indonesia bagian timur.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com