Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemilu Jadi Titik Balik Ekonomi, Pertumbuhan Bisa Mencapai Dua Digit

Kompas.com - 13/03/2014, 07:27 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemilihan Umum 2014 bisa menjadi titik balik kebangkitan Indonesia untuk tumbuh menjadi negara setara dengan potensinya. Tanpa mengecilkan pencapaian yang telah diraih selama ini, Indonesia telah menyia-nyiakan banyak kesempatan emas selama ini.

”Indonesia tidak pernah tumbuh dua digit sepanjang sejarah. Padahal, dengan segala potensinya, Indonesia semestinya bisa,” kata Presiden Boston Institute for Developing Economies Gustav F Papanek dalam paparannya di Kantor Redaksi Kompas di Jakarta, Rabu (12/3/2014).

Papanek, Guru Besar Ekonomi (Emeritus) Universitas Boston, Amerika Serikat, itu memaparkan hasil penelitian yang dilakukan bersama dengan peneliti CReco Research Institute, Raden Pardede, dan Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Suahasil Nazarra. Paparannya berjudul ”Pilihan untuk Lima Tahun ke Depan: 5 Persen Pertumbuhan dan 0,8 Juta Lapangan Kerja Produktif Per Tahun atau 10 Persen Pertumbuhan dan 3 Juta Lapangan Kerja Produktif Per Tahun”. Hadir juga Direktur Program Center for Public Policy Transformation Nugroho Wienarto.

Hasil penelitian menyebutkan, Indonesia memiliki peluang besar dalam lima tahun ke depan untuk menaikkan pendapatan rakyat, terutama kelompok 40 persen penduduk miskin dan rentan miskin. Indonesia juga berpeluang menciptakan lapangan kerja bagi 3 juta tenaga kerja per tahun. Selama beberapa tahun belakangan, penyerapannya cenderung surut di bawah 1 juta orang per tahun.

Peluang itu, menurut Papanek, hanya bisa diwujudkan jika pertumbuhan ekonomi Indonesia ditingkatkan dari rata-rata 6 persen selama tiga tahun terakhir menjadi 10 persen per tahun dengan industri pengolahan padat karya sebagai salah satu basisnya. Ini mensyaratkan perlunya kebijakan integratif yang tepat oleh rezim pemerintahan 2014-2019.

Dalam konteks ini, presiden terpilih pada Pemilu 2014 akan sangat menentukan. Apalagi, peluang Indonesia untuk maju atau stagnan dalam pembangunan ekonomi sungguh sangat ditentukan dalam kurun waktu lima tahun ke depan.

Papanek mengatakan, dengan besarnya jumlah tenaga kerja, Indonesia berpeluang mengisi sebagian pasar dari produk industri manufaktur padat karya China. China adalah rajanya. Namun, belakangan, daya saing China menurun seiring terlalu tingginya upah buruh dan menuanya tenaga kerja di negeri tirai bambu itu.

Melalui kebijakan yang tepat, Indonesia bisa mengambil 10 persen pangsa pasar produk industri manufaktur padat karya China tahun 2019. ”Itu sama dengan tiga kali lipat ekspor Indonesia saat ini,” kata Papanek. Badan Pusat Statistik menyebutkan, total nilai ekspor nonmigas Indonesia tahun 2013 mencapai 149,92 miliar dollar AS.

Tahun 1986-1992, industri manufaktur padat karya Indonesia tumbuh 34 persen. Ini di atas China, India, dan Banglades. Namun, sejak 1993 hingga 2012, Indonesia tertinggal. Bahkan, tahun 2013, Indonesia mencatatkan pertumbuhan negatif.

Papanek optimistis industri manufaktur padat karya Indonesia bisa tumbuh 19 persen jika kebijakan pemerintah tepat. Industri ini akan menyerap 9 juta tenaga kerja.

Sementara insentif meningkatkan ekspor sebagai penyokong tumbuhnya industri akan mendongkrak daya saing industri domestik. Dampaknya, produk substitusi impor akan berkembang sehingga diperkirakan akan menciptakan lapangan kerja bagi 2 juta tenaga kerja langsung dan tidak langsung.

Hasil penelitian menyebutkan, pertumbuhan ekonomi 10 persen per tahun akan meningkatkan pendapatan menjadi dua kali lipat dalam kurun waktu tujuh tahun. Sebanyak 3 juta tenaga kerja akan terserap lapangan kerja baru per tahun. Ini terdiri dari 2 juta pekerja tetap dari angkatan kerja baru dan 1 juta tenaga kerja yang naik kelas dari pekerjaan yang rendah produktivitas dan berpendapatan rendah.

”Namun, hal itu tidak akan menjadi kenyataan jika Indonesia hanya biasa-biasa saja terus. Peluang yang ada akan sia-sia,” kata Papanek, yang pernah menjadi konsultan di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional tahun 1987-1989 itu.

Jika Indonesia tetap tumbuh rata-rata 6 persen per tahun sebagaimana terjadi beberapa tahun belakangan, pertumbuhan pendapatan hanya akan 5 persen atau bahkan kurang. Sementara penciptaan lapangan kerja hanya menyerap 1 juta tenaga kerja per tahun sehingga ada 1 juta yang menganggur dari 2 juta angkatan kerja baru per tahun.

Infrastruktur tak memadai

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Investasi Aman, Apa Perbedaan SBSN dan SUN?

Work Smart
Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Harga Bahan Pokok Minggu 28 April 2024, Harga Daging Ayam Ras Naik

Whats New
SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

SILO Layani Lebih dari 1 Juta Pasien pada Kuartal I 2024

Whats New
Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Bulog Diminta Lebih Optimal dalam Menyerap Gabah Petani

Whats New
Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Empat Emiten Bank Ini Bayar Dividen pada Pekan Depan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani 'Ramal' Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

[POPULER MONEY] Sri Mulyani "Ramal" Ekonomi RI Masih Positif | Genset Mati, Penumpang Argo Lawu Dapat Kompensasi 50 Persen Harga Tiket

Whats New
Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Ketahui, Pentingnya Memiliki Asuransi Kendaraan di Tengah Risiko Kecelakaan

Spend Smart
Perlunya Mitigasi Saat Rupiah 'Undervalued'

Perlunya Mitigasi Saat Rupiah "Undervalued"

Whats New
Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Ramai Alat Belajar Siswa Tunanetra dari Luar Negeri Tertahan, Bea Cukai Beri Tanggapan

Whats New
Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Sri Mulyani Jawab Viral Kasus Beli Sepatu Rp 10 Juta Kena Bea Masuk Rp 31 Juta

Whats New
Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Sri Mulyani Jelaskan Duduk Perkara Alat Belajar Tunanetra Milik SLB yang Ditahan Bea Cukai

Whats New
Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Apa Itu Reksadana Terproteksi? Ini Pengertian, Karakteristik, dan Risikonya

Work Smart
Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Cara Transfer BNI ke BRI lewat ATM dan Mobile Banking

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com