Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kalteng Berharap Raih Dana Bagi Hasil Perkebunan

Kompas.com - 23/03/2014, 21:52 WIB
Dani Prabowo

Penulis


PALANGKARAYA, KOMPAS.com - Pembangunan infrastruktur daerah di Provinsi Kalimantan Tengah dinilai belum maksimal. Minimnya alokasi anggaran pembangunan yang disalurkan pemerintah pusat ke Kalteng menjadi salah satu kendalanya.

Dana bagi hasil dari sektor perkebunan diharapkan mampu menjadi solusi minimnya alokasi anggaran itu. Mengacu UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, ada enam sektor sumber daya alam yang dapat dibagi hasil keuntungan produksinya.

Keenam sektor itu adalah kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi dan pertambangan panas bumi.

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari Kalimantan Tengah, Hamdhani mengatakan, Kalteng terkenal dengan kawasan penghasil perkebunan kelapa sawit. Setiap tahun, perusahaan kelapa sawit telah membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang ada. Akan tetapi, tidak ada satu pun dana bagi hasil dari keuntungan perusahaan yang masuk ke kas daerah.

Hamdhani menjelaskan, sektor perkebunan yang dimiliki Kalteng berbeda dengan kehutanan seperti yang dimaksud di dalam Pasal 11 ayat (3) UU tersebut. Sehingga, Kalteng tidak menerima keuntungan bagi hasil tersebut. Pemerintah berdalih, jika tumbuhan yang ditanam di perkebunan tidak tumbuh secara alami, atau dalam arti sengaja ditanam oleh pihak tertentu.

"Ini kan tidak masuk akal. Ini kan sama-sama ditanam, sama-sama tumbuh dan memberikan kontribusi unguk orang banyak. Bahkan, bisa memberikan PAD dimana dari situ bisa mempekerjakan orang," kata Hamdhani kepada wartawan, Minggu (23/3/2014).

Pria yang juga menjadi caleg dari Partai Nasdem Dapil Kalteng itu, mengungkapkan, pemerintah pusat mengalokasikan anggaran sebesar Rp 3 triliun per tahun untuk pembangunan infrastruktur provinsi.

Sementara, untuk 14 kabupaten/kota yang ada di wilayah ini, pemerintah pusat memberikan alokasi yang berbeda-beda antara Rp 600 miliar hingga Rp 1 triliun per tahun. Hamdhani mengungkapkan, pihaknya telah berupaya agar sektor perkebunan juga dimasukkan ke dalam UU tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com