Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Realisasi Pajak Bisa Terendah

Kompas.com - 14/05/2014, 14:21 WIB

SUKABUMI, KOMPAS.com — Realisasi penerimaan pajak pada triwulan II hingga IV tahun 2014 diperkirakan melambat seiring pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diprediksi 5,1-5,5 persen. Persentase realisasi pajak pada akhir tahun ini bisa jadi yang terendah selama beberapa tahun terakhir.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2014 menargetkan penerimaan pajak Rp 1.110,19 triliun. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak (DJP), realisasi penerimaan pajak per 7 Mei 2014 mencapai Rp 307,5 triliun atau 27,7 persen dari target.

Sampai dengan akhir tahun 2014, penerimaan pajak masih kurang Rp 802,59 triliun.

”Saya perkirakan realisasi pajak tahun 2014 paling besar adalah 94 persen. Angka ini sudah sangat optimistis. Jadi masih bisa di bawah itu. Yang menjadi persoalan, tak ada langkah-langkah luar biasa yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak untuk mengantisipasi penurunan persentase penerimaan ini,” kata Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis Yustinus Prastowo yang dihubungi di Jakarta, Selasa (13/5/2014).

Namun, menurut dia, realisasi penerimaan pajak triwulan I-2014 tersebut tidak mencerminkan kondisi penerimaan pajak pada tiga triwulan berikutnya.

Alasannya, realisasi triwulan I-2014 disebabkan faktor bawaan dari Desember 2014. Faktor itu di antaranya sumbangan dari PPh Pasal 25 dan 29 orang/pribadi yang pelaporan surat pemberitahuannya jatuh tempo per 31 Maret 2014.

Tren ini hanya terjadi pada Maret dan April. Setelah itu akan kembali normal.

Prastowo berpendapat, realisasi penerimaan pajak tahun 2014 bisa lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini akibat pertumbuhan ekonomi tahun 2014 yang diperkirakan melambat.

Catatan Kompas, saat pertumbuhan ekonomi tahun 2011 sebesar 6,5 persen, penerimaan pajak 97 persen. Tahun 2012, ketika pertumbuhan ekonomi melambat menjadi 6,2 persen, penerimaan pajak 94 persen dari target. Pada tahun 2013, dengan pertumbuhan ekonomi 5,78 persen, penerimaan pajak 92,5 persen.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany menyatakan, penerimaan pajak selalu mengikuti pertumbuhan ekonomi. Jika pada triwulan I-2014 kondisinya tidak linier, hal itu disebabkan usaha ekstensifikasi dan intensifikasi yang dilakukan DJP.

Tidak diantisipasi

Tren penurunan realisasi penerimaan pajak tahun 2014, menurut Prastowo, tak diantisipasi DJP. Hal ini, misalnya, sektor- sektor dengan basis data yang tak akurat dan mutakhir mestinya bisa diberlakukan tarif pajak final. Contohnya sektor pertambangan umum, kehutanan, dan perkebunan.

Pemerintah menyusun sistem dan infrastruktur pemutakhiran data sektoral akurat sambil memberlakukan tarif pajak final. Pada tiga sektor itu, penerimaan pajak turun tajam seiring penurunan produk domestik bruto sektoral. (LAS)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Era Suku Bunga Tinggi, Bank Mega Syariah Terapkan Jurus Angsuran Tetap untuk Pembiayaan Rumah

Era Suku Bunga Tinggi, Bank Mega Syariah Terapkan Jurus Angsuran Tetap untuk Pembiayaan Rumah

Whats New
Gojek Luncurkan Paket Langganan Gojek Plus, Ada Diskon di Setiap Transaksi

Gojek Luncurkan Paket Langganan Gojek Plus, Ada Diskon di Setiap Transaksi

Whats New
Laba Bersih MPXL Melonjak 123,6 Persen, Ditopang Jasa Angkut Material ke IKN

Laba Bersih MPXL Melonjak 123,6 Persen, Ditopang Jasa Angkut Material ke IKN

Whats New
Emiten Migas SUNI Cetak Laba Bersih Rp 33,4 Miliar per Kuartal I-2024

Emiten Migas SUNI Cetak Laba Bersih Rp 33,4 Miliar per Kuartal I-2024

Whats New
CEO Perusahaan Migas Kumpul di IPA Convex 2024 Bahas Solusi Kebijakan Industri Migas

CEO Perusahaan Migas Kumpul di IPA Convex 2024 Bahas Solusi Kebijakan Industri Migas

Whats New
Ramai 9 Mobil Mewah Pengusaha Malaysia Ditahan, Bea Cukai Beri Penjelasan

Ramai 9 Mobil Mewah Pengusaha Malaysia Ditahan, Bea Cukai Beri Penjelasan

Whats New
BEI Ubah Aturan 'Delisting', Ini Ketentuan Saham yang Berpotensi Keluar dari Bursa

BEI Ubah Aturan "Delisting", Ini Ketentuan Saham yang Berpotensi Keluar dari Bursa

Whats New
BEI Harmonisasikan Peraturan Delisting dan Relisting

BEI Harmonisasikan Peraturan Delisting dan Relisting

Whats New
Hadirkan Solusi Transaksi Internasional, Bank Mandiri Kenalkan Keandalan Livin’ by Mandiri di London

Hadirkan Solusi Transaksi Internasional, Bank Mandiri Kenalkan Keandalan Livin’ by Mandiri di London

Whats New
Biasakan 3 Hal Ini untuk Membangun Kekayaan

Biasakan 3 Hal Ini untuk Membangun Kekayaan

Earn Smart
Pertumbuhan Ekonomi RI 5,11 Persen Dinilai Belum Maksimal

Pertumbuhan Ekonomi RI 5,11 Persen Dinilai Belum Maksimal

Whats New
Laba Bersih JTPE Tumbuh 11 Persen pada Kuartal I 2024, Ditopang Pesanan E-KTP

Laba Bersih JTPE Tumbuh 11 Persen pada Kuartal I 2024, Ditopang Pesanan E-KTP

Whats New
Pabrik Sepatu Bata Tutup, Menperin Sebut Upaya Efisiensi Bisnis

Pabrik Sepatu Bata Tutup, Menperin Sebut Upaya Efisiensi Bisnis

Whats New
Jadwal LRT Jabodebek Terbaru Berlaku Mei 2024

Jadwal LRT Jabodebek Terbaru Berlaku Mei 2024

Whats New
Emiten Hotel Rest Area KDTN Bakal Tebar Dividen Rp 1,34 Miliar

Emiten Hotel Rest Area KDTN Bakal Tebar Dividen Rp 1,34 Miliar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com