Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Strategi Jokowi-JK Mengatasi Persoalan Subsidi BBM

Kompas.com - 13/06/2014, 07:20 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com –- Pakar energi sekaligus tim ekonomi pemenangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla, Darmawan Prasodjo, mengatakan, pasangan capres-cawapres nomor 2 itu memiliki strategi yang komprehensif untuk mengatasi subsidi bahan bakar minyak (BBM) transportasi. Dia bilang, solusinya bukan menitikberatkan soal harga.

“Titik berat Pak Jokowi adalah menyediakan energi murah, dan dalam waktu sama memperbaiki postur APBN,” katanya dalam sebuah diskusi di Jokowi-JK Center, Jakarta, Kamis (12/6/2014).

Darmo menjelaskan, strategi pertama adalah dengan mendorong konversi penggunaan BBM ke gas. Ini bukanlah hal baru, tetapi belum juga jalan. Menurut dia, masalah utamanya ada pada ketiadaan infrastruktur gas. Oleh karena itu, katanya, Jokowi-JK menawarkan solusi agar pembangunan infrastuktur gas menjadi lebih cepat, yaitu dengan memberikan insentif proyek infrastruktur gas. 

“Hampir 10 tahun infrastuktur gas tidak terbangun. Masalahnya, tidak adanya political will. Internal rate return bangun infrastruktur gas itu hanya 5 persen. Sementara kalau pinjam ke perbankan, bunganya 12 persen, jadi (investor mikir) lebih baik duitnya ditiduri, dijadikan bantal,” ujar Darmo.

Adapun strategi kedua, adalah menggunakan energi kerakyatan. Ini sama dengan yang dilakukan oleh Brasil, yang banyak menggunakan etanol produksi rakyat. Darmo menuturkan, daripada memberikan “sedekah” kepada negara kaya minyak, lebih baik jika impor energi dikurangi dan menjadikan rakyat sebagai pilar penyediaan energi nasional.

“Rakyat yang menghasilkan energi ini, dari singkong, sawit, kemiri. Dari sini kita menciptakan lapangan kerja, mengurangi kemiskinan,” katanya lagi.

Strategi kedua ini bukan tanpa kendala. Soal pricing juga harus diperhatikan. Selain soal harga, produksi rakyat ini juga harus mendapatkan jaminan pasar. Dia bilang, mungkin bisa dibangun lembaga semacam Bulog EBT (energi baru terbarukan).

Sementara itu, strategi ketiga yang ditawarkan adalah soal penataan transportasi publik dan tata kota. Darmo menuturkan, 20 persen BBM bersubsidi diboroskan karena kemacetan. Nilai kerugian akibat kemacetan bisa mencapai Rp 40 triliun per tahun. “Ini kalau kita bisa menghemat 50 persennya saja, bisa hemat Rp 20 triliun,” katanya.

Darmo optimistis, dengan strategi yang komprehensif tersebut, postur APBN akan lebih sehat, dan anggaran bisa dialokasikan untuk infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan pengentasan rakyat miskin, serta penciptaan lapangan kerja.

Di sisi lain, berkurangnya impor BBM juga akan menyeimbangkan neraca perdagangan Indonesia. Dia menjelaskan, NPI selalu defisit terbebani impor BBM. Pasalnya, meski produksi migas sama dengan konsumsi migas nasional, yakni sebanyak 2,3 juta barrel per hari, komposisi antara minyak dan gas berbeda. Rata-rata produksi gas sebesar 1,45 juta barrel per hari diekspor, sedangkan konsumsi nasional hanya sekitar 800.000 barrel per hari.

Sementara itu, rata-rata produksi minyak sebesar 850.000 barrel per hari, padahal konsumsinya mencapai 1,5 juta barrel per hari.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com