Wijayanto menjelaskan, terdapat kecenderungan konsistensi penurunan pertumbuhan ekonomi, dari 6,5 persen pada 2011, kemudian 6,2 persen pada 2012, pada 2013 mencapai 5,78 persen, sampai 5,2 persen pada kuartal I 2014. Bila tidak ada upaya inovatif dan hanya melanjutkan kebijakan, maka tren penurunan akan terus berlanjut.
"Dalam kasus Indonesia, ekonomi tidak bisa tumbuh cepat kalau ada masalah logistik. Ekonomi tidak bisa tumbuh ketika sistem logistik tidak efisien. Jaringan logistik ibarat pembuluh darah bagi tubuh," kata Wijayanto dalam konferensi pers di Media Center Jokowi-JK, Selasa (17/6/2014).
Menurut dia, bila jaringan logistik tidak diperbaiki dan ekonomi dipaksakan untuk tumbuh, maka perekonomian negeri ini akan mengalami stroke. Akibatnya, inflasi bisa melonjak tinggi alias hiperinflasi.
Lebih lanjut, Wijayanto mengungkapkan buruknya jaringan transportasi menyebabkan biaya logistik di Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi di kawasan. Pada tahun 2013, biaya logistik di Indonesia setara 27 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
"Bayangkan jika biaya logistik tersebut bisa ditekan dan dialokasikan untuk meningkatkan kesejahteraan buruh atau melakukan R&D (Research & development), dampaknya akan sangat luar biasa," sebutnya.
Target Jokowi-JK adalah menurunkan biaya logistik, minimal 5 persen setahun, sehingga pada tahun 2019, biaya logistik akan setara dengan Thailand (15,2 persen dari PDB pada 2013).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.