Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Penjelasan soal TPID yang Ditanyakan Jokowi ke Prabowo

Kompas.com - 17/06/2014, 17:48 WIB
Palupi Annisa Auliani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Dalam ajang debat yang disiarkan beragam televisi swasta di Indonesia, calon presiden Prabowo Subianto tak bisa menjawab satu pertanyaan dari kompetitornya, calon presiden Joko Widodo. Sederhana saja pertanyaan Jokowi, “Apa langkah Bapak untuk meningkatkan peran TPID?”

Jawaban Prabowo justru sebuah pertanyaan baru. “Apa yang dimaksud TPID, Pak Jokowi?” Sontak, ketidaktahuan Prabowo ini menjadi pembicaraan di media sosial dan salah satu berita paling banyak dibaca di media online. Lalu, apa sebenarnya TPID itu selain merupakan kependekan dari Tim Pengendali Inflasi Daerah?

Bukan semata istilah

Bicara TPID, mau tidak mau “makhluk” bernama inflasi harus disebut terlebih dahulu. Secara gampang, inflasi adalah kenaikan harga, bila terkait komoditas. Dalam arti yang lebih luas tetapi tetap sederhana, inflasi juga berarti turunnya nilai suatu barang dibandingkan nilai barang yang lain dalam kurun waktu tertentu, alias turunnya daya beli.

Contoh gampang dari pengertian kedua, dulu seorang bapak dengan hasil panen dari sawah seluas satu hektar bisa menyekolahkan anaknya sampai sarjana. Namun, inflasi membuat luasan sawah yang sama bahkan tak menghasilkan pendapatan yang mencukupi biaya makan sekeluarga sampai masa panen berikutnya, jangankan menyekolahkan anaknya sampai sarjana.

Masih banyak definisi lain inflasi bisa disebut, apalagi bila terkait nilai tukar mata uang, devisa hasil ekspor, transaksi ekspor-impor, dan sebagainya. Penyebab dan faktor yang memengaruhi angka inflasi pun beragam.

Di sinilah TPID pegang peranan. Meski mengawal inflasi merupakan tugas bank sentral yang di Indonesia adalah Bank Indonesia, tetapi banyak faktor pendorong inflasi di Indonesia tak melulu ada di wilayah moneter. Faktor ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan masih menjadi faktor berpengaruh besar dalam struktur inflasi di Indonesia.

Secara teori, seharusnya Bank Indonesia hanya mengawal inflasi dari sudut pandang permintaan. Namun, pada praktiknya ada persoalan-persoalan di wilayah pasokan yang butuh digarap bersama pemerintah untuk inflasi bisa dikendalikan dengan baik. Sisi penawaran ini bisa terkait sektor produksi, kebijakan pemerintah, maupun distribusi.

Cukup menjelajah mesin pencari Google untuk menemukan berita-berita inflasi Indonesia dipengaruhi meroketnya harga cabai pada satu waktu, atau di lain kesempatan dipicu kelangkaan jengkol, juga saat bawang menghilang dari pasaran dan harus ditutup impor. Inflasi pun langsung melejit saat tarif listrik atau harga bahan bakar minyak naik.

Paling sederhana, sangat jamak bila harga beras di daerah pertanian akan naik menjelang masa tanam dan sebaliknya anjlok mendekati panen. Bisa jadi pula, produksi di satu wilayah tersedia cukup banyak komoditas tetapi tak sampainya informasi soal kebutuhan di daerah lain menjadikan kebutuhan itu tak terpenuhi kelebihan pasokan di daerah produsen.

Keberadaan TPID menjadi semacam “jembatan” untuk kondisi tersebut, terutama terkait produksi dan distribusi. Dalam “bahasa” Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo, TPID punya peran sebagai penjaga stabilitas harga.

Sejarah TPID

Berdasarkan materi publikasi Bank Indonesia, kehadiran TPID diawali oleh munculnya Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi pada 2004. Lembaga ini hanya ada di tingkat pusat, sebagai salah satu pelaksanaan amanat UU 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia. TPID sendiri baru muncul pada 2008, sebagai langkah awal sinergi otoritas moneter tersebut dengan pemerintah daerah.

Tugas TPID adalah memantau perkembangan harga komoditas, terutama harga pangan, serta mengevaluasi sumber-sumber dan tekanan inflasi. Muara dari keberadaannya adalah pengendalian harga komoditas.

Harapannya, TPID dapat mengetahui sedini mungkin ancaman inflasi di suatu daerah dan sesegera mungkin mencari solusi. Rekomendasi dari TPID juga diharapkan tepat sasaran. Keberadaan dan keefektifan pelaksanaan tugas TPID menjadi penting bila merujuk data Badan Pusat Statistik yang menunjukkan daerah menyumbang 60 persen faktor penyusun angka inflasi.

Kehadiran TPID lalu diperkuat pada 2011 dengan pembentukan forum koordinasi di tingkat pusat. Nama forum ini adalah Kelompok Kerja Nasional TPID, dengan anggota di dalamnya adalah Bank Indonesia, Kementerian Koordinator Perekonomian, dan Kementerian Dalam Negeri.

Dari pertemuan forum koordinasi tersebut, muncul kesepakatan tentang perlunya rujukan harga, terutama untuk komoditas utama. Kesepakatan ini menjadi dasar pembentukan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) dengan DKI Jakarta menjadi percontohan.

Pada 2013, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menerbitkan instruksi yang mewajibkan setiap pemerintah daerah membentuk TPID, merujuk pada rentetan perjalanan forum tersebut. Dalam Rakornas V TPID di Jakarta, Rabu (21/5/2014), Agus mengatakan, ”Berbagai upaya konkret telah dilakukan oleh TPID dan ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah sebagai upaya pengendalian laju inflasi.”

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com