"Mereka takut, sehingga sangat sedikit BUMN yang sudah hedging. Baru 2 BUMN, itu juga jumlahnya sedikit," kata Ketua Task Force Pendalaman Pasar Uang BI Treesna W Suparyono di Gedung BI, Kamis (19/6/2014).
Menurut Treesna, BUMN masih khawatir untuk melakukan hedging karena kemungkinan kerugian yang nantinya dapat dianggap sebagai kerugian negara. "Justru malah BUMN yang kebutuhan valuta asing dalam dollar AS-nya besar belum melakukan hedging. Padahal hedging adalah upaya untuk memitigasi risiko nilai tukar," jelas dia.
Treesna memberikan contoh berupa kondisi yang dialami PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Sebetulnya pada tahun 2012 PLN meraup untung sebesar Rp 3,2 triliun. Akan tetapi, pada tahun 2013 PLN mengalamu kerugian sebesar Rp 29,5 triliun akibat selisih kurs.
"Selama ini dia (PLN) tidak melakukan hedging. Sehingga harus membeli mahal. PLN selalu pakai transaksi swap, yang kalau butuh baru beli," ujar Treesna.
Terkait risiko kerugian akibat tidak melakukan hedging, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hari ini melaksanakan rapat koordinasi dengan pihak-pihak terkait, seperti BI, Kementerian Keuangan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bareskrim Polri, Jampidsus, dan BPKP.
"BPK menyadari hedging perlu dilakukan. Dengan hedging diharapkan ada kepastian untuk pembelian dollar AS di level tertentu. Volatilitas rupiah saat ini menjadi concern karena tidak ada kepastian nilai tukar," jelas Treesna.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.