"(Nilai) kebutuhan infrastuktur 2015-2016 adalah Rp 5.400 triliun, sementara kemampuan pemerintah kalau kita lihat maksimum hanya Rp 1.200 triliun," kata Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas, Dedi Priatna, ditemui usai memberikan sambutan dalam peluncuran Indonesian Gas Society (IGS), di Jakarta, Rabu (25/6/2014).
Artinya, lanjut Dedi, kemampuan pemerintah untuk mencukupi anggaran infrastruktur hanya 22 persen dari total kebutuhan. Sumber pendapatan pemerintah untuk kebutuhan dana itu, sebut dia, adalah pembayaran pajak, pembayaran deviden, dan pembayaran-pembayaran lain.
"Lalu yang 78 persen bagaimana dong? Ya kan? Padahal infrastruktur itu syarat untuk majunya suatu negara," ujar Dedi. Apalagi, imbuh dia, Indonesia menargetkan diri menjadi negara berpenghasilan di atas kelas menengah alias middle upper income pada 2025, sesuai rencana pembangunan jangka panjang (RPJP).
Untuk mengejar target itu, kata Dedi, infrastruktur pun harus selayaknya level negara pada kelompok kesejahteraan tersebut. "Patokan kita ke mana? Kita bisa mencontoh Thailand atau seperti lain negara kelas menengah atas," ujarnya.
Dengan target tersebut, Dedi mengatakan pada 2019 infrastruktur dasar seperti listik, air minum, sanitasi, dan perumahan rakyat sudah harus terpenuhi 100 persen. "Tapi akankah terpenuhi 100 persen, karena tantangan dana yang begitu berat? Kita hanya mampu (biayai) 22 persen. Itu nanti tergantung Presiden yang terpilih," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.