Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Evaluasi Terakhir Capres, Diperlukan Menko yang Gesit

Kompas.com - 02/07/2014, 11:56 WIB
                                       Rhenald Kasali
                                       @Rhenald_kasali

Tulisan pertama dari dua tulisan

Untuk pertama kalinya dalam sejarah, dunia leadership mendapatkan ujian yang super berat. Peneliti Richard L. Hughes, Katherine C. Beatty dan David L. Dinwoodie dari Center for Creative Leadership (2014) menemukan sebuah kesimpulan, yaitu “Diperlukan pemimpin yang bertindak, bukan berencana!”

Bertindak itu artinya berkoordinasi, memimpin ke samping. Jadi yang dibutuhkan bukan pemimpin yang pandai berorasi, melainkan bertindak, memeriksa keadaan, lalu menghubungkannya. Kalau ia benar-benar mampu, maka hasilnya mudah dilihat. Kesenjangan kaya-miskin akan menurun, angka keluhan berkurang, buruh tak lagi berdemo karena soal kesejahteraan, dan angka korupsi jauh berkurang (karena pemimpin-pemimpin daerah tak perlu lagi menyuap pejabat pusat demi pembiayaan infrastruktur di daerahnya).

Pandai Belum Tentu Gesit

Mengapa kita perlu pemimpin yang gesit? Jawabannya adalah karena pejabat-pejabat kita terlalu senang berpidato kendati rakyatnya mengantuk, lalu juga senang diperlakukan sebagai pejabat yang didatangi. Kalau tak didatangi mereka mudah tersinggung dan pintu-pintu ekonomi daerah terkunci. Sulit dibuka.

Saya bisa memahami, mengapa para pemimpin daerah banyak yang ditangkap KPK. Sebab, salah satunya, untuk sampai ke meja Menko, surat-surat mereka harus melewati banyak meja dan “orang-orang dekat”.

Tidak sulit untuk mengetahui gerak para penyuap itu. Anda tinggal duduk di kedai-kedai kopi di hotel-hotel berbintang, lalu merapatlah pada meja-meja yang ditempati orang-orang berpakaian safari. Dengarkan suara keluh kesah mereka. Hampir pasti, sebagian di antara tamu-tamu itu ada pemburu rentenya. Ini sudah rahasia umum. Umum sekali.

Nah persoalannya, mengapa para menteri mendiamkan praktik-praktik ini berlarut-larut? Jawabannya adalah karena mereka membiarkan dikelilingi staf-staf khusus utusan partai politik yang tak memiliki kompetensi yang jelas.

Kalau orang yang hanya bisa membuat selebaran gelap bisa diangkat menjadi deputi bagi seorang staf khusus presiden, berarti kemampuan propaganda masih lebih dianggap istimewa dalam budaya leadership kita saat ini, ketimbang kompetensi untuk kesejahteraan umum. Orang-orang seperti inilah yang sekarang diberi reward berupa jabaran komisaris.

Jadi, pintar bicara saja bukanlah jaminan untuk kesejahteraan kita bersama di masa depan. Ke depan Indonesia memerlukan orang-orang pandai dalam arti sebenarnya, yaitu pandai yang dipakai untuk mencapai tujuan kita bernegara seperti yang diamanatkan konstitusi: masyarakat yang adil dan makmur.

Pintar orasi adalah lagi-lagi propaganda. Pintar bertindak adalah hal yang lain lagi. Ini hanya bisa dilihat dari kerendahatiannya menyambangi orang lain, mengunjungi bawahan, meretas hambatan-hambatan, dan memeriksa apakah betul hambatan-hambatan horizontal-vertikal telah disingkirkan aparat birokrasi dan para pemburu rente.

Cara-cara Baru

Tak banyak pejabat yang paham bahwa dunia telah benar-benar berubah sehingga membentuk sebuah lingkungan kompetitif yang dinamis, bergejolak dan penuh ketidakpastian. Bahkan pemimpin-pemimpin daerah berani membayar upeti demi mendapatkan kepastian bagi percepatan pembangunan infrastruktur di daerahnya.

Di Kalimantan Timur misalnya. Setiap kali Saya menyambangi gubernur, saya lebih senang naik pesawat kecil (Susi Air) dari Balikpapan ke Samarinda. Dari udara saya selalu memandangi ujung-ujung jalan tol yang bergerak lamban sekali. Namun, setiap saya tanyakan pejabat-pejabat di daerah, saya selalu menemukan keluhan yang sama.

“Aneh Pak, ijin membuka jalan tidak keluar-keluar dari kementerian kehutanan. Padahal, jalan untuk para pencuri kayu diberikan.” Itulah keluhan orang daerah. Padahal Kaltim masuk dalam program MP3EI yang menjadi program kesayangan Menko Perekonomian.

Dr. Hendri Saparini, dalam panel diskusi ahli Ekonomi di Kompas pernah menyatakan, “Sayangnya MP3EI tak dimasukkan dalam APBN, sehingga berjalan sendiri-sendiri.”

Jadi ke depan, Bapak-bapak calon presiden renungkanlah ini: Indonesia butuh menko-menko yang gesit. Bahkan menteri-menteri biasa pun harus punya keahlian menjalin hubungan horizontal yang gesit.

Inilah abad di mana “Ketegangan antara internal needs bertabrakan dengan eksternal needs,” tulis Hughes, dkk (2014). Karena itulah memimpin ke samping, menjadi tantangan sendiri yang jauh lebih sulit ketimbang memimpin vertikal ke bawah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Simak, Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BCA hingga BNI

Simak, Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di BCA hingga BNI

Whats New
Pegadaian Catat Penjualan Tabungan Emas Naik 8,33 Persen di Maret 2024

Pegadaian Catat Penjualan Tabungan Emas Naik 8,33 Persen di Maret 2024

Whats New
BUMN Farmasi Ini Akui Tak Sanggup Bayar Gaji Karyawan sejak Maret 2024

BUMN Farmasi Ini Akui Tak Sanggup Bayar Gaji Karyawan sejak Maret 2024

Whats New
Cara Membuat Kartu Debit Mandiri Contactless

Cara Membuat Kartu Debit Mandiri Contactless

Work Smart
Rincian Lengkap Harga Emas 19 April 2024 di Pegadaian

Rincian Lengkap Harga Emas 19 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Kembali Tertekan, Nilai Tukar Rupiah Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS

Kembali Tertekan, Nilai Tukar Rupiah Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS

Whats New
Gencar Ekspansi, BUAH Bangun Cold Storage di Samarinda dan Pekanbaru

Gencar Ekspansi, BUAH Bangun Cold Storage di Samarinda dan Pekanbaru

Whats New
Harga Jagung Anjlok: Rombak Kelembagaan Rantai Pasok Pertanian

Harga Jagung Anjlok: Rombak Kelembagaan Rantai Pasok Pertanian

Whats New
Bandara Internasional Soekarno-Hatta Peringkat 28 Bandara Terbaik di Dunia

Bandara Internasional Soekarno-Hatta Peringkat 28 Bandara Terbaik di Dunia

Whats New
IHSG Ambles 1,07 Persen, Rupiah Melemah ke Level Rp 16.266 Per Dollar AS

IHSG Ambles 1,07 Persen, Rupiah Melemah ke Level Rp 16.266 Per Dollar AS

Whats New
Buka Asia Business Council's 2024, Airlangga Tegaskan Komitmen Indonesia Percepat Pembangunan Ekonomi

Buka Asia Business Council's 2024, Airlangga Tegaskan Komitmen Indonesia Percepat Pembangunan Ekonomi

Whats New
Voucer Digital Pizza Hut Kini Tersedia di Ultra Voucher

Voucer Digital Pizza Hut Kini Tersedia di Ultra Voucher

Spend Smart
Harga Bahan Pokok Jumat 19 April 2024, Harga Cabai Rawit Merah Naik

Harga Bahan Pokok Jumat 19 April 2024, Harga Cabai Rawit Merah Naik

Whats New
Detail Harga Emas Antam Jumat 19 April 2024, Naik Rp 10.000

Detail Harga Emas Antam Jumat 19 April 2024, Naik Rp 10.000

Earn Smart
Chandra Asri Group Jajaki Peluang Kerja Sama dengan Perum Jasa Tirta II untuk Kebutuhan EBT di Pabrik

Chandra Asri Group Jajaki Peluang Kerja Sama dengan Perum Jasa Tirta II untuk Kebutuhan EBT di Pabrik

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com