“Dia memanfaatkan kegaduhan politik dalam pemilihan Presiden,” katanya ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (3/7/2014).
Selain tidak elok karena memanfaatkan momentum pergantian pemimpin, Satya juga menilai Newmont aneh. Renegosiasi kontrak karya belum selesai, namun justru mereka membawa Indonesia ke arbitrase.
“Ada dua hal yang secara etika kurang bagus. Satu, dia melakukan arbitrase saar renegosiasi. Dua, dia melakukan itu saat Indonesia hadapi pilpres,” tuturnya.
Menurut Satya, sebagai perusahaan tambang yang sudah lama mengambil kekayaan alam Indonesia, tidak elok bagi Newmont melakukan hal tersebut. Dia menambahkan, Newmont juga harus berfikir bagaimana membentuk good corporate governance.
Sebelumnya, PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) dan pemegang saham mayoritasnya, Nusa Tenggara Partnership B.V. (berbadan hukum Belanda) menggugat pemerintah Indonesia ke arbitrase internasional terkait dengan larangan ekspor mineral.
Kebijakan yang mulai berlaku 12 Januari 2014 tersebut, mengakibatkan dihentikannya kegiatan produksi di tambang Batu Hijau dan dinilai menimbulkan kerugian ekonomi bagi para karyawan PTNNT, kontraktor, dan para pemangku kepentingan lainnya.
Menurut Newmont, kebijakan larangan ekspor mineral tersebut tidak sesuai dengan Kontrak Karya (KK) dan perjanjian investasi bilateral antara Indonesia dan Belanda.
Dalam gugatan arbitrase yang diajukan kepada the International Center for the Settlement of Investment Disputes, PTNNT dan NTPBV menyatakan maksudnya untuk memperoleh putusan sela yang mengizinkan PTNNT untuk dapat melakukan ekspor konsentrat tembaga agar kegiatan tambang Batu Hijau dapat dioperasikan kembali. (baca: Newmont Gugat Pemerintah Indonesia ke Arbitrase)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.