Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aerotropolis di Kualanamu, Proyek Untung ataukah Rugi?

Kompas.com - 23/07/2014, 18:07 WIB
Bambang Priyo Jatmiko

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - PT Angkasa Pura II (AP II) sejauh ini menganggap Bandara Kualanamu, di Deli Serdang Sumatra Utara paling siap untuk dikembangkan menjadi aerotropolis. Keberadaan kereta bandara yang menghubungkan bandara ini ke Medan menjadi poin utama terwujudnya aerotrpolis, di samping juga akses jalan tol.

Nilai tambah yang lain adalah masih tersedianya lahan yang bisa dikembangkan menjadi kawasan bisnis yang terintegrasi. Dengan demikian, konsep aerotropolis yang dikembangkan AP II di Kualanamu akan memberikan multiplier effect bagi kawasan sekitarnya.

Seperti di Kuala Lumpur, konsep aerotropolis yang diterapkan telah mampu merangsang kawasan yang terbentang antara bandara KLIA dan pusat kota sepanjang 50 kilometer menjadi pusat pertumbuhan ekonomi yang kuat. Beragam sektor industri telah hadir di kawasan tersebut. Tak hanya industri yang berbasis komoditas, melainkan juga industri teknologi informasi, seperti Intel telah memilih lokasi di koridor ini sebagai tempat produksinya.

Sebagai sesama negara berkembang, bukannya tak mungkin Indonesia akan mengejar apa yang telah dilakukan Malaysia melalui pengembangan aerotropolis di kawasan Sumatra Utara. Apalagi, pangsa pasar yang besar akan menjadi nilai tambah bagi investor yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia.

Terkait dengan pengembangan aerotropolis ini, ada beberapa catatan yang sekiranya menjadi perhatian AP dalam melanjutkan proyek besar ini.

Salah satunya berkaitan dengan lokasi. Jika diperhatikan, sebagian besar aerotropolis yang  dikembangkan berbagai negara, berada di pusat pertumbuhan ekonomi yang sudah mapan. Kuala Lumpur, Hong Kong, Dubai, Amsterdam, dan sebagainya merupakan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi utama di negara yang bersangkutan. Secara teori, investasi yang dikeluarkan untuk pengembangan aerotropolis di pusat pertumbuhan ekonomi akan bisa kembali dalam waktu yang relatif singkat.

Ini berbeda jika aerotropolis dikembangkan di lokasi yang bukan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi utama di sebuah negara. Akan butuh waktu yang lebih lama bagi investor (baca: operator bandara) agar investasi memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan.

Berbicara mengenai Indonesia, tak bisa dimungkiri, pusat pertumbuhan masih berada di wilayah Jawa, dan Jakarta sebagai mega hub-nya. Adapun Medan hanyalah pusat pertumbuhan ekonomi di wilayah Sumatra dan bukan pusat pertumbuhan ekonomi nasional. Bisa-bisa pengembangan aerotropolis di kawasan ii menjadi proyek rugi.

Sebagai perusahaan yang berorientasi kepada profit, Angkasa Pura II bukankah lebih realistis untuk memilih bandara-bandara di wilayah Jawa sebagai aerotropolis, ketimbang di luar Jawa. Apalagi, sebagian besar pangsa pasar juga berada di kawasan ini. Persoalan infrastruktur pendukung seperti kereta bandara, bisa dilakukan secara berbarengan dengan pengembangan aerotropolis.

Di wilayah Bandara Soekarno-Hatta misalnya, sebenarnya masih sangat mungkin aerotropolis dikembangkan di kawasan ini jika menilik wilayah sekitarnya yang bisa mendukung pengembangannya. Saat ini dinamika wilayah di Tangerang dan Tangerang Selatan sangat bergeliat, di mana masing-masing memiliki karakteristik tersendiri.

Tangerang Selatan identik dengan white collar workers dan bisa menjadi pusat perkantoran serta gaya hidup. Sementara di Tangerang, identik dengan blue collar workers dan menjadi basis industri pengolahan (manufaktur). Untuk itu, tinggal dipikirkan untuk membangun akses yang menghubungkan dua wilayah itu dengan Bandara Soekarno-Hatta.

Di sini, AP II bisa berinvestasi untuk membangun sarana kereta ekspres yang menghubungkan wilayah-wilayah itu maupun infrastruktur lain, seperti menambah ruas jalan tol. Dengan demikian, kawasan-kawasan itu bisa terintegrasi antara satu dengan lainnya dengan infrastruktur pendukung yang memadai.

Namun di luar pertimbangan profit, AP II sebagai BUMN tentu memiliki misi lain yang diemban, yakni ikut terlibat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Caranya, dengan merangsang tumbuhnya pusat perekonomian baru di luar Jawa.

Pemilihan Kualanamu sebagai aerotropolis secara tidak langsung bisa dilihat sebagai komitmen AP II untuk ikut mengembangkan pusat perekonomian. Dalam jangka panjang, kawasan ini memang prospektif untuk menjadi mega hub sebagaimana Jakarta, karena posisinya yang sangat strategis, yakni berdekatan dengan negara-negara Asean, bahkan dengan salah satu mesin pertumbuhan ekonomi Asia, yaitu India.

Ditambah lagi, biaya hidup (termasuk upah tenaga kerja) yang relatif lebih rendah ketimbang Jakarta dan negara tetangga, akan menjadikan aerotropolis di Kualanamu sangat kompetitif menarik minat investor untuk masuk ke kawasan ini.

Berbagai keunggulan itulah yang harus menjadi fokus AP II dalam mengembangkan aerotropolis di Kualanamu, Sumatra Utara. Bagaimanapun, pengembangan sebuah kawasan harus didasarkan pada kekompetitifan sebuah wilayah.

Untuk mewujudkan komitmen itu, tentu, AP II tidak bisa bekerja sendiri. Harus ada sinergi dengan pihak lain, yakni pemerintah dan swasta termasuk sesama BUMN guna mengembangkan kawasan ini.

Melalui sinergi tersebut, AP II akan bisa mendapatkan dua hal sekaligus, yaitu sebagai inisiator pertumbuhan ekonomi di luar Jawa serta keuntungan bisnis dari kegiatan komersial yang dijalankan melalui pengembangan aerotropolis. Pun lewat sinergi, return investasi yang telah dilakukan bisa lebih besar dan dalam waktu yang cepat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Watsons Buka 3 Gerai di Medan dan Batam, Ada Diskon hingga 50 Persen

Watsons Buka 3 Gerai di Medan dan Batam, Ada Diskon hingga 50 Persen

Spend Smart
Utang Pemerintah Kian Bengkak, Per Februari Tembus Rp 8.319,22 Triliun

Utang Pemerintah Kian Bengkak, Per Februari Tembus Rp 8.319,22 Triliun

Whats New
Heran Jasa Tukar Uang Pinggir Jalan Mulai Menjamur, BI Malang: Kurang Paham Mereka Dapat Uang Dari Mana...

Heran Jasa Tukar Uang Pinggir Jalan Mulai Menjamur, BI Malang: Kurang Paham Mereka Dapat Uang Dari Mana...

Whats New
Dongkrak Performa, KAI Logistik Hadirkan Layanan 'Open Side Container'

Dongkrak Performa, KAI Logistik Hadirkan Layanan "Open Side Container"

Whats New
Sumbangan Sektor Manufaktur ke PDB 2023 Besar, Indonesia Disebut Tidak Alami Deindustrialisasi

Sumbangan Sektor Manufaktur ke PDB 2023 Besar, Indonesia Disebut Tidak Alami Deindustrialisasi

Whats New
Harga Bahan Pokok Jumat 29 Maret 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Harga Bahan Pokok Jumat 29 Maret 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Whats New
Modal Asing Kembali Cabut dari RI, Pekan Ini Nilainya Rp 1,36 Triliun

Modal Asing Kembali Cabut dari RI, Pekan Ini Nilainya Rp 1,36 Triliun

Whats New
Kerap Kecelakaan di Perlintasan Sebidang, 5 Lokomotif KA Ringsek Sepanjang 2023

Kerap Kecelakaan di Perlintasan Sebidang, 5 Lokomotif KA Ringsek Sepanjang 2023

Whats New
Kemenag Pastikan Guru PAI Dapat THR, Ini Infonya

Kemenag Pastikan Guru PAI Dapat THR, Ini Infonya

Whats New
Harga Emas Antam Meroket Rp 27.000 Per Gram Jelang Libur Paskah

Harga Emas Antam Meroket Rp 27.000 Per Gram Jelang Libur Paskah

Whats New
Kapan Seleksi CPNS 2024 Dibuka?

Kapan Seleksi CPNS 2024 Dibuka?

Whats New
Info Pangan 29 Maret 2024, Harga Beras dan Daging Ayam Turun

Info Pangan 29 Maret 2024, Harga Beras dan Daging Ayam Turun

Whats New
Antisipasi Mudik Lebaran 2024, Kemenhub Minta KA Feeder Whoosh Ditambah

Antisipasi Mudik Lebaran 2024, Kemenhub Minta KA Feeder Whoosh Ditambah

Whats New
Jokowi Tegaskan Freeport Sudah Milik RI, Bukan Amerika Serikat

Jokowi Tegaskan Freeport Sudah Milik RI, Bukan Amerika Serikat

Whats New
Astra Infra Group Bakal Diskon Tarif Tol Saat Lebaran 2024, Ini Bocoran Rutenya

Astra Infra Group Bakal Diskon Tarif Tol Saat Lebaran 2024, Ini Bocoran Rutenya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com