Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden SBY Gelar Rapat Tertutup Bahas Renegosiasi Kontrak Karya

Kompas.com - 24/07/2014, 14:37 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggelar rapat tertutup membahas renegosiasi kontrak karya puluhan perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia.

Pemerintahan SBY menargetkan bisa menyelesaikan renegosiasi kontrak karya itu menjelang akhir periode pemerintahan pada 20 Oktober mendatang.

Rapat kali ini tampak dihadiri Menteri Keuangan Chatib Basri, Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung, Menteri Perindustrian MH Hidayat, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Mahendra Siregar, dan Menteri Perdagangan M Lutfi, Menteri ESDM Jero Wacik.

Saat ditanyakan soal agenda pembahasan kali ini, seluruh pejabat negara itu bungkam dan langsung memasuki kantor presiden.

Rapat terbatas kali ini memang tak seperti biasanya. Jika pada rapat-rapat terbatas yang lalu, wartawan diperkenankan merekam pidato pembukaan rapat SBY kali ini tidak diperkenankan. Rapat berlangsung sangat tertutup hingga wartawan tidak diperkenankan masuk ke dalam kompleks kantor Presiden.

Sebelumnya, pemerintah mulai mewacanakan renegosiasi kontrak tambang untuk memberikan keuntungan lebih pada pemerintah Indonesia. Untuk merealisasikan niat pemerintah itu, diterbitkan Keputusan Presiden (Keppres) nomor 3 tahun 2012 tentang tim evaluasi untuk penyesuaian kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga telah melakukan kajian Sistem Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor mineral dan batubara (minerba) dan telah dipaparkan pada Kementerian ESDM dan pihak terkait pada Agustus 2013.

Salah satu temuan, adanya celah terjadinya kerugian negara disebabkan tidak terpungutnya dengan optimal royalti 37 Kontrak Karya (KK) dan 74 Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Salah satu temuannya tentang jenis tarif PNBP yang berlaku terhadap mineral dan batubara yang berlaku pada KK lebih rendah dibandingkan tarif yang berlaku pada IUP mineral.

Dari temuan ini,  Kementerian ESDM telah menyepakati akan melakukan renegosiasi tentang tarif royalti pada semua KK dan PKP2B disesuaikan dengan PP Tarif dan jenis tarif PNBP yang berlaku, serta menetapkan sanksi bagi KK dan PKP2B yang tidak kooperatif dalam proses renegosiasi.

Terkait hal ini, KPK telah mengirimkan surat bernomor B-402/01-15/02/2014 yang ditujukan kepada Menteri ESDM. Surat ini ditembuskan kepada presiden, dikirim pada 21 Februari 2014, agar pihak terkait segera menindaklanjuti. Proses renegosasi mencakup aspek luas wilayah pertambangan, penggunaan tenaga kerja dalam negeri, divestasi serta kewajiaban pengolahan dan pemurnian hasil tambang dalam negeri.

KPK melihat proses renegosiasi kontrak ini berlarut-larut. Padahal, dalam pasal 169 UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara telah dinyatakan dengan tegas bahwa ketentuan yang tercantum dalam pasal KK dan PKP2B disesuaikan selambat-lambatnya 1 tahun sejak UU No. 4 Tahun 2009 diundangkan.

Artinya, renegosiasi kontrak semestinya sudah selesai tanggal 12 Januari 2010. Dengan berlarut-larutnya proses renegosiasi, berdampak tidak terpungutnya penerimaan negara, dan ini tentu saja merugikan keuangan negara. KPK memperkirakan, selisih penerimaan negara dari satu perusahaan besar (KK) saja sebesar 169,06 juta dollar AS per tahun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com