Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Irma, Menyulap Barang Bekas Menjadi Dollar AS

Kompas.com - 27/07/2014, 08:31 WIB

KOMPAS.com - Sebagai negara yang kaya sumber daya alam dan manusia, Indonesia sebenarnya memiliki peluang sangat besar dalam mengekspor produk. Salah satunya adalah produk handicraft. Peluang inilah yang dibidik oleh Irma P Engelen.

Berbekal kegemarannya membuat kerajinan tangan, ia berhasil memasarkan produk handicraft ke mancanegara. Karyanya saat ini sudah melanglangbuana ke Thailand, Singapura, Korea, Jepang, Jerman, Australia, Belanda, dan Amerika Serikat. Di antara negara-negara tersebut, Jerman menjadi negara terbanyak menyerap produknya. Jepang menjadi negara yang sulit ditembus.

“Saya sangat suka dengan Jepang, karena orang Jepang sangat teliti terhadap produk sehingga terkesancerewet. Tapi bagi saya, lebih baik belajar dari cerewet sampai detail-detail itu, karena kalau sudah dapat menembus Jepang, untuk berkembang  secara internasional menjadi lebih gampang,” ujar Irma.

Sampai saat ini Irma telah membuat lebih dari 150 item handicraft. Ada dua kelompok bahan yang ia gunakan untuk kerajinan tangannya, yakni bahan alami dan barang bekas. Yang termasuk bahan alami di antaranya buah mahoni kering, rotan, dan bambu. Sedangkan barang bekas yang ia gunakan di antaranya ban bekas serta kertas koran atau majalah. Dari bahan-bahan itu ia membuat produk kerajinan berupa kap lampu, pigura, keranjang, wadah buah, pohon natal, patung, dan sebagainya.

Untuk pasar ekspor, setiap item produk Irma buat antara 50 – 100 unit. Harga produknya di tangan konsumen berkisar Rp 300.000 – Rp 500.000 per unit. Setiap kali mengekspor ia bisa mengapalkan 1.000 – 2.000 unit. Dari setiap unit produknya, ia mengambil untung sekitar 40 persen dari harga importir.

Tak hanya pasar ekspor,  ia pun memasok toko handicraft di pusat perbelanjaan kelas atas di Jakarta, seperti Grand Indonesia, Pacific Place, dan Pendopo. “Untuk produk semacam ini tempatnya mesti eksklusif,” tuturnya.
 
Berkat pameran
Irma mulai menekuni bisnis kerajinan tangan sejak 2008, setahun setelah ia pensiun dari sebuah bank asing. Produk awalnya berupa taplak meja. Waktu itu tingkat penjualannya terbatas karena hanya dipasarkan di dalam negeri. Ia ingin sekali bisa mengekspor karyanya.

Ia yakin dengan mengekspor handicraft nilai tambah yang ia dapatkan sangat tinggi. Menurut dia, dengan target pasar ekspor ia bisa cepat berkembang. “Kalau pasarnya lokal, kita begini-begini saja,” tegas wanita berdarah Ambon-Manado ini.

Pintu ekspor sedikit terbuka ketika ia mendatangi pameran usaha kecil menengah di Jakarta Convention Center, Jakarta. Di dalam pameran itu ada booth Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Ekspor Indonesia (PPEI) Kementerian Perdagangan RI. Institusi pemerintah itu memberi pelatihan berbagai hal yang berkaitan dengan ekspor kepada pengusaha yang ingin mengekspor produknya. Ia pun mendaftarkan diri untuk mengikuti pelatihan.

Pada 2010 ia mulai memproduksi handicraft dengan orientasi pasar luar negeri. Di tahun yang sama ia mendapatkan pinjaman lunak PKBL dari Pertamina. Dari sana ia mulai mendapat kesempatan untuk ikut pameran Inacraft. Setelah itu, pameran demi pameran di luar negeri ia ikuti, di antaranya di Korea (September 2010) dan di Perancis (Januari 2011).

Dari pameran-pameran inilah karyanya mulai dikenal di luar negeri dan permintaan mulai berdatangan.  “Karena ikut pameran, saya menjadi pede dan bersemangat untuk menghasilkan handicraft,” aku ibu dua orang anak ini.

Karya-karya pertamanya yang terjual untuk pasar mancanegara didominasi kap lampu berbahan utama buah mahoni.  Menurut Irma, peluang ekspor produk-produk handicraft sangat terbuka lebar. Ia melihat sendiri potensi itu ketika ikut pameran di Paris. “Di sana hampir semua yang dipamerkan orang Perancis, dimiliki Indonesia. Cuma bikinan mereka model lama,” ungkapnya.

Berbicara tentang model teranyar, sejak akhir 2011 Irma mulai mengembangkan kerajinan menggunakan bahan kertas koran atau majalah. Wujudnya bisa berupa kap lampu, bingkai foto,  dan patung binatang.

Lalu, sejak 2013 ia membuat  bingkai cermin, keranjang, wadah buah, dan bingkai foto. Semuanya berbahan ban bekas. Karya terbarunya ini bahkan ikut dipamerkan ketika KTT APEC berlangsung di Bali.

Dari sisi penjualan, semua karyanya termasuk “nendang”. “Karena pasar luar negeri lebih melihat konsep. Mereka lebih menghargai konsep daripada produk. Karenanya harga berapa pun mereka beli,” ungkapnya.

Salah satu bukti yang ia dapati adalah ketika ada seorang Inggis yang sedang berkunjung ke Jakarta. Dalam keterbatasan waktu sebelum menuju Bandara Soekarno-Hatta, orang tersebut berusaha untuk menghubungi Irma dan datang ke rumah Irma menggunakan taksi untuk bisa membeli karya Irma. Kepada Irma, ia mengaku tahu tentang Irma setelah membaca sebuah koran di negaranya. “Saya surprise banget. Ini seperti malaikat. Datang terus pergi.”

Di mata anak perwira tinggi TNI ini, kondisi ini berbeda dengan orang Indonesia.  Pada umumnya orang Indonesia lebih melihat barang (brand), bukan konsep. Wajar kalau karyanya belum terlalu diapresiasi oleh orang Indonesia.

“Kalau pameran, orang (Indonesia) cuma lalu-lalang. Sebaliknya, kalau hadir di trade expo internasional, saya lebih capek karena harus ngomong menjelaskan karya saya kepada pengunjung yang singgah,” kisahnya. (I Gede Agung)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com