Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dagangan Impor Dibatasi, Pengusaha Kritisi Peraturan Menteri Perdagangan

Kompas.com - 19/08/2014, 18:27 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaku usaha ritel mengkritisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.70 tahun 2013 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern.

Salah satu aturan yang disoroti adalah pasal 22 yang mengatur ketentuan bahwa pusat perbelanjaan dan toko modern wajib menyediakan barang dagangan produksi dalam negeri paling sedikit 80 persen dari jumlah dan jenis barang yang diperdagangkan.

Handaka Santosa, Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) dalam diskusi review Permendag 70/2013, menilai, tidak bisa dipungkiri ada konsumen yang membutuhkan barang yang tidak bisa diproduksi di Indonesia.

Mungkin saja, kata dia, barang tersebut sebenarnya bisa diproduksi di dalam negeri. Namun, barang itu tidak memenuhi economic scale jika diproduksi di Indonesia, atau dengan kata lain harganya lebih bersaing jika impor.

Dengan ketentuan 80 persen produk dalam negeri, hal itu sama halnya membatasi dagangan impor hanya 20 persen. Bagi pengusaha pusat perbelanjaan, soal cinta produk Indonesia adalah perkara lain di luar kemampuan industri untuk memasok barang-barang.

"Pasal 22 yang menyebutkan paling sedikit 80 persen, saya bilang, kami pusat belanja tidak menyediakan barang. Kami menyediakan tempat. Tapi kalau tempat ini kosong, siapa yang akan mengisi periuk kami? Apa mall-mall hanya akan jadi lapangan bola," kata pemilik salah satu mall elit di Senayan itu, Jakarta, Selasa (19/8/2014).

Menteri Perdagangan M Lutfi kepada wartawan menuturkan, Kementerian saat ini tengah menyempurnakan Permendag 70/2013. Salah satu yang diperjelas adalah ketentuan produk dalam negeri, 80 persen.

"Sekarang misalnya, ternyata umpama kita mau jalankan (tanpa review), sedangkan industrinya belum sial. Mall-nya yang investasi sudah triliunan ini, sudah banyak pegawai yang diserap juga, lalu jualan apa?" kata pengganti Gita Wirjawan itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com