"Biarkan BUMN tumbuh, jangan ikat kakinya. Kalau dilepaskan birokrasi dan politisasinya, BUMN bisa jalan. Fasilitasi untuk maju, tapi tetap harus diproteksi," kata Abeng dalam Seminar Mendorong BUMN Go International, di Jakarta, Selasa (26/8/2014).
Depolitisasi dan debirokratisasi tersebut, perusahaan BUMN bisa menjalankan bisnisnya tanpa intervensi politik. Keuntungan perusahaan pun bisa melesat. Tidak seperti saat ini, Abeng membandingkan dengan perusahaan minyak milik negeri Jiran Malaysia, yakni Petronas. Keuntungan Petronas tiap tahun mencapai 20 miliar dollar AS.
"Sedangkan kita baru 13,5 miliar dollar AS. Artinya, pendapatan satu BUMN di Malaysia lebih besar dari pendapatan 141 BUMN Indonesia," ujar Abeng.
Selain keuntungan yang lebih besar, Petronas juga dengan begitu mudahnya mengepakkan sayap bisnis hingga 42 negara. Abeng menuturkan, hal tersebut mungkin saja dialami perusahaan pelat merah Indonesia, jika dikeluarkan dari UU Keuangan Negara.
BUMN, sebut Abeng merupakan sebuah korporasi yang berorientasi pada bisnis dengan penuh risiko. Kerugian pada ekspansi usaha di tahun-tahun pertama adalah sesuatu yang wajar.
"Namanya bisnis, rugi di tahun pertama biasa karena bisnis dimulai rugi dulu. Masa kalau BUMN rugi satu tahun pertama, langsung masuk penjara. Makanya jangan masuk UU Keuangan Negara, jika dilepaskan dari semua itu, BUMN kita bisa untung terus seperti Petronas," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.