Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rekayasa Genetik, Amankah?

Kompas.com - 04/09/2014, 08:49 WIB
advertorial

Penulis

Pernahkah Anda mendengar rekayasa genetik bahan makanan? Rekayasa genetik ini telah diterapkan pada berbagai produk makanan yang dikonsumsi oleh manusia. Namun, tidak banyak masyarakat kita mengetahui tentang ini.

Rekayasa genetik dilakukan dengan cara penerapan teknologi biologi molekuler pada bahan dasar makanan, dilakukan untuk meningkatkan sifat-sifat yang diinginkan.

Misalnya, peningkatan resistensi terhadap herbisida seperti pada jagung dan kapas. Rekayasa genetik juga dilakukan agar tanaman resisten terhadap penyakit yang disebabkan oleh virus, jamur, dan bakteri.

Agar tanaman dapat bertahan di habitat yang berbeda dari alamnya seperti cuaca dingin maupun tanah kering/kandungan garam yang tinggi, maka rekayasa genetik dilakukan. Tembakau dan kentang merupakan contoh tanaman yang direkayasa genetik.

Makanan yang sering kita jumpai pada sehari-hari seperti beras, juga tidak terlepas dari rekayasa genetik. Rekayasa genetik menjadikan beras dapat memiliki kandungan vitamin dan mineral tambahan. Swiss Federal Institue of Technology menciptakan jenis “golden rice” di mana beras berisi kandungan vitamin beta-karoten (Vitamin A).

Rekayasa genetik juga terjadi pada produk-produk farmasi karena produksinya yang sering mahal dan membutuhkan kondisi penyimpanan khusus. Saat ini, para peneliti sedang mengembangkan vaksin yang dapat dimakan melalui tomat dan kentang.

Berbagai peningkatan yang dilakukan melalui rekayasa genetik  bisa saja dilakukan dengan cara tradisional, namun dianggap dapat memakan waktu yang sangat lama, dan seringkali tidak akurat. Jadi, rekayasa genetik ini  dianggap dapat menghemat waktu, biaya reproduksi, dan mengurangi limbah pertanian.

Namun hingga saat ini, rekayasa genetik pada bahan makanan menimbulkan pro-kontra karena dianggap dapat membahayakan kesehatan pada manusia yang mengkonsumsinya.

Pada beberapa kasus misalnya, bahan makanan yang telah direkayasa genetik dapat menyebabkan sulitnya memiliki keturunan karena tingkat kesuburan rendah, menimbulkan alergi, hingga yang terparah adalah kanker.

 

Lalu, bagaimana solusinya?

Ada baiknya, kita harus memperhatikan makanan yang kita makan dengan memilih bahan-bahan yang jelas berkualitas dan menggunakan teknologi pangan tanpa rekayasa genetik.

Salah satu yang dapat menjadi pilihan kita adalah Fresh Grow International yang telah melakukan uji coba dengan spesies tomat hibrida, tanpa perlu mengubah susunan asli genetik tanaman.

Tekniknya dengan mengawinkan varietas tomat asia untuk memanfaatkan sistem akarnya, kesesuaiannya dengan tanah lokal, ketahanannya terhadap hama penyakit, dan kemampuan tahan banting, lalu menyatukan semua manfaat itu dengan jenis tomat yang memiliki buah superior, hasil panen yang tinggi, dan berkualitas baik.

Dengan penggabungan kedua keunggulan itu, kedua tomat akan menjadi satu tanaman baru sehingga menghasilkan tomat terlezat yang tumbuh secara lokal dan diproduksi di Indonesia.

Teknik ini telah dilakukan selama bertahun-tahun pada berbagai jenis tanaman, tidak hanya pada  buah dan sayuran saja.

Pendekatan hibrida ini mendukung alam, karena tidak mengubah susunan genetika pada tanaman, sehingga aman 100% bila kita konsumsi. (Inforial)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Jumlah Investor Kripto RI Capai 19 Juta, Pasar Kripto Nasional Dinilai Semakin Matang

Whats New
Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Whats New
Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Whats New
Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com