Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Butuh Anggaran Lebih, Mana Konten TVRI?

Kompas.com - 07/09/2014, 23:07 WIB
Tabita Diela

Penulis

 


JAKARTA, KOMPAS.com -
Dewan Pengawas Televisi Republik Indonesia (TVRI) pernah mengeluh bahwa Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 800 miliar yang setiap tahun diberikan pemerintah kepada TVRI tidak cukup. Hal ini dibantah oleh pengusaha sekaligus anggota Komisi IX, Poempida Hidayatulloh. Menurut Poempida, seharusnya anggaran sebesar itu bisa dipertanggungjawabkan dan dirasakan manfaatnya.

"Kalau soal TVRI, Rp 800 miliar, dana sebesar itu kalau digunakan perusahaan swasta bisa menghasilkan laba Rp 200 sampai R p300 miliar," ujar Poempida di Jakarta, Sabtu (6/9/2014).

Poempida menilai TVRI tidak berhasil mengalokasikan dana yang tersisa untuk melakukan terobosan baru. TVRI belum menunjukkan konten acara unggulan yang siap bersaing. Sementara, stasiun televisi swasta semakin banyak bermunculan dan sukses menawarkan tayangan-tayangan menarik.

Hal serupa juga disampaikan oleh mantan Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia Reformasi (PWI-R), aktivis, dan penggiat ekonomi kreatif, Iwan Piliang. Iwan menyayangkan konten TVRI yang semakin lama semakin berkurang dalam hal kualitas. Terlepas dari masalah yang tengah membelit TVRI, Iwan juga merasa stasiun televisi tersebut tidak lagi mampu bersaing dengan televisi swasta.

Iwan mengungkapkan,  tidak hanya TVRI, pemerintah secara umum abai pada tenaga-tenaga kreatif yang sebenarnya berpotensi menjaga nama besar TVRI dan menjadi aset bangsa ini. Salah satu tokoh yang terabaikan, misalnya Drs. Suyadi atau lebih dikenal dengan nama Pak Raden.

"2014, mana kontennya TVRI? Sama sekai tidak content oriented," ujar Iwan.

Setelah lama tidak bergaung, nama TVRI kembali mengemuka. Namun, bukan karena konten acaranya yang edukatif dan menghibur, namun karena masalah keuangan dan manajemen stasiun televisi tersebut.

Hal ini menjadi pembahasan dalam acara bincang-bincang bertajuk "Indonesia Menjawab Tantangan Masa Depan" yang diadakan di Tugu Proklamasi, Jakarta, Sabtu (6/9/2014). Diskusi memanas ketika seorang anggota diskusi mengeluh pada panelis mengenai minimnya dana yang dimiliki TVRI.

Baik Poempida maupun Iwan sepakat, bukan dana yang harus diutamakan terlebih dahulu, melainkan kontennya.

Ribut-ribut mengenai TVRI bermula ketika keputusan Dewan Pengawas (Dewas) TVRI memecat hampir semua direksi stasiun televisi tersebut. Pemecatan ini dilakukan setelah Dewas melakukan evaluasi kinerja direksi terkait kecaman publik atas penayangan Konvensi Capres Partai Demokrat. Penayangan tersebut dianggap menyalahi independensi TVRI.

Tidak terima, direksi mengadu ke Komisi I DPR, dan DPR memutuskan membuat Panitia Kerja (Panja) TVRI untuk mengusut masalah tersebut. Karena masih berstatus diusut, maka Dewas harus membatalkan keputusan pemecatan. Sayangnya, pemecatan sudah terlanjur dilakukan dan Komisi I DPR mengambil langkah pemblokiran anggaran TVRI. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com