Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alasan Pertamina Menaikkan Harga Elpiji 12 Kg

Kompas.com - 10/09/2014, 13:40 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - PT Pertamina hari ini menaikkan harga elpiji non subsidi 12 kilogram sebesar Rp 1.500 per kilogram atau Rp 18.000 per tabung. Lalu, mengapa Pertamina harus menaikkan harga elpiji 12 kilogram?

Menurut Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budyo, gas elpiji 12 kilogram tidak memperoleh subsidi. Selain itu, dengan menaikkan harga elpiji 12 kilogram, maka BUMN migas tersebut akan dapat memperbaiki pelayanannya kepada masyarakat.

"Elpiji 12 kilogram bukan subsidi. Ini bukan harga subsidi dan kita ingin memberikan pelayanan terbaik kepada konsumen," kata Hanung dalam konferensi pers di kantornya, Rabu (10/9/2014).

Hanung mengungkapkan, harga elpiji yang dijual saat ini masih jauh di bawah harga keekonomian. Pertamina, kata dia, memiliki kewajiban untuk menjual gas elpiji berdasarkan harga keekonomian.

Berdasarkan harga acuan Contract Price Aramco (CP Aramco) yang merupakan acuan harga elpiji yang digunakan produsen di seluruh dunia, rata-rata harga secara year on year bulan Juni 2014 adalah 891,78 dollar AS per metrik ton pada kurs Rp 11.453 per dollar AS.

Ditambah komponen biaya, maka harga keekonomian elpiji 12 kilogram seharusnya Rp 15.110 per kilogram atau Rp 181.400 per tabung. "Kenaikan harga tentu mempertimbangkan daya beli masyarakat dan pertimbangan pemerintah. Tidak dijual langsung ke harga keekonomian, tapi secara perlahan. Diharapkan awal 2016 kalau kenaikan dilakukan setiap 6 bulan, diharapkan sudah ada di harga keekonomian," ujar Hanung.

Selain itu, dengan menjual berdasarkan harga keekonomian, diharapkan ada kompetitor yang masuk ke bisnis ini. Sehingga, pelanggan atau masyarakat memiliki opsi lain. Akan tetapi, hingga saat ini belum ada produsen selain Pertamina yang masuk ke segmen elpiji non subsisi di Tanah Air.

"Sampai hari ini belum ada satu pun produsen yang memasarkan elpiji non PSO (non subsidi) di Indonesia karena harganya masih rugi. Ini mekanisme pasar, kalau sudah di harga keekonomian ada persaingan. Kalau belum di harga keekonomian, tidak ada yang masuk," papar Hanung.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com