Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hindari Sindrom Bekerja untuk Uang

Kompas.com - 27/09/2014, 20:00 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Banyak dari kita yang merasa kondisi saat ini baik-baik saja. Memperoleh gaji, menyekolahkan putra-putri, dan memenuhi kehidupan sehari-sehari merupakan kondisi normal bagi banyak orang. Namun, itu semua ternyata tak menjamin.

Head of Operation and Business Development Panin Asset Management Rudiyanto menjelaskan, saat ini di kota-kota besar banyak ditemui orang-orang yang terlihat baik-baik saja, namun ternyata mereka tidak baik-baik saja. Orang-orang tersebut ternyata terjebak sindrom bekerja untuk uang.

"Orang-orang yang kerja untuk uang biasanya gaya dan busananya nomor satu, tapi tabungan dan pensiunnya nol besar. Ponselnya baru terus tapi ternyata dicicil dan cicilannya tidak lunas-lunas. Foto di media sosial sudah melanglang buana ke seluruh dunia, tahu-tahunya pulang terlilit utang," kata Rudi pada acara Indonesia Finance Expo & Forum (IFEF) 2014 di Jakarta Convention Center, Sabtu (27/9/2014).

Selain itu, tanda-tanda lain orang yang bekerja untuk uang menurut Rudi adalah pusing memikirkan tagihan kartu kredit yang akan jatuh tempo, gaji cepat habis, dan sering menghabiskan waktu dan uang di kafe, bahkan hingga jutaan rupiah per bulan.  Intinya, orang-orang semacam ini setiap bulannya selalu pusing memikirkan bagaimana membayar biaya dan tagihan.

Rudi menjelaskan, bila seseorang bekerja untuk uang, maka uang yang dimilikinya akan bekerja untuk pihak lain. Misalnya, uang yang dipekerjakan untuk gaya hidup metropolitan akan masuk ke saku perusahaan konsumer.

Bila uang digunakan untuk membeli ponsel baru, langganan paket internet, atau membeli aplikasi, maka uang akan masuk ke distributor ponsel dan perusahaan penyedia layanan telekomunikasi.

"Makanya, jika anda tidak mempekerjakan uang anda, maka dia (uang) akan bekerja untuk orang lain," sebut Rudi.

Ia menjelaskan, dengan keadaan demikian, sudah saatnya mempekerjakan uang untuk anda dengan berinvestasi. Dengan menggunakan uang yang anda punya untuk berinvestasi, anda akan memperoleh imbal hasil atau keuntungan yang diperoleh, baik jangka pendek maupun jangka panjang.

Meski demikian, sebelum menempatkan uang pada salah satu instrumen investasi, anda harus mengecek apakah instrumen tersebut legal atau tidak. "Anda harus mengecek legalitas investasi yang akan anda pilih. Caranya, dengan menghubungi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Anda bisa tanya apakah suatu investasi legal atau tidak, sehingga anda tidak tertipu," ujar Rudi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com