Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

CT: Tiga Tahun Lagi Industri Otomotif Indonesia Salip Thailand

Kompas.com - 02/10/2014, 10:12 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com – Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja melaporkan neraca perdagangan Indonesia dengan Thailand pada Agustus 2014 mencetak defisit sebesar 465 juta dollar AS. Kontributor utama defisit perdagangan, menurut BPS, datang dari industri otomotif.

Menanggapi defisit perdagangan dengan negeri gajah putih itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Chairul Tanjung mengatakan, meski mengalami defisit, Indonesia telah mempersiapkan diri untuk menyalip Thailand di sektor otomotif.

“Ya (masih defisit). Tapi sekarang lagi dibangun ini semua pabrik-pabriknya. Dalam tiga tahun yang akan datang kita akan menjadi nett exporter dari kendaraan bermotor. Insha Allah, mengalahkan Thailand sebagai production base,” kata Chairul di Jakarta, Rabu (1/10/2014) malam.

Dia bilang, saat ini Indonesia terus melakukan diversifikasi komoditas ekspor di luar crude palm oil (CPO). Menurut Chairul, sektor otomotif berpeluang menjadi unggulan komoditas ekspor di masa yang akan datang. “Kita berharap sektor otomotif ini bisa menyumbang, sebagai kontributor kita yang utama selain sawit untuk jadi penyumbang devisa negara,” ujar pria yang akrab disapa CT itu.

Defisit 465 juta dollar AS

Meski Indonesia banyak mengekspor kendaraan dan bagiannya, ke Timur Tengah, namun Indonesia juga banyak mengimpor mobil dari negara tetangga yang lebih dekat, yakni dari Thailand.

Impor mobil dari Thailand ini diakui Deputi Bidang Statistik, Distribusi, dan Jasa BPS, Sasmito Hadi Wibowo, menjadi pemicu utama defisit perdagangan dengan Thailand, sebesar minus 465 juta dolllar AS.

“Defisit terutama disebabkan impor mobil, karena principal itu ada beberapa jenis mobilnya diproduksi Thailand, kemudian dikirim ke kita,” kata dia di Jakarta.

Kondisi ini menunjukkan bahwa Indonesia belum bisa mengalahkan Thailand sebagai basis produksi otomotif.

Dilihat dari dua sisi

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Partogi Pangaribuan menilai, defisit perdagangan sudah mejadi konsekuensi logis dari suatu perdagangan antar negara. Namun, perlu juga dua sisi. “Kita juga ekspor ke mereka juga. Jadi harus dilihat dari dua sisi juga. Jadi jangan seolah-olah kita rugi,” kata dia, Rabu.

Partogi lebih lanjut mengatakan, ada keuntungan berupa bea masuk dari importasi mobil dari Thailand. “Ada keuntungan dari bea masuk hampir 125 persen,” kata Partogi.

Atas dasar itu, menurut dia pemerintah belum perlu melakukan pembatasan importasi mobil dari Thailand. “Sampai saat ini masih peraturan lama. Impor mobil masih diperbolehkan selagi dia bayar bea masuk, dan sudah dinaikkan PPnBM-nya dengan bea masuk,” ucap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com