Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rupiah Pengaruhi Properti

Kompas.com - 10/10/2014, 02:24 WIB
KOMPAS.com - Ketika krisis moneter mendera Indonesia dan sejumlah negara di kawasan Asia pada pertengahan tahun 1998, sektor properti merupakan industri yang pertama kali terkena dampaknya. Ketika itu banyak proyek properti di Tanah Air yang mendadak berhenti sehingga terjadi pengangguran.

Pada masa itu, banyak perusahaan swasta termasuk perusahaan pengembang yang memiliki utang dalam mata uang dollar AS, baik ke bank-bank di dalam negeri maupun di berbagai lembaga keuangan internasional. Karena itu, begitu kurs rupiah merosot tajam terhadap dollar AS, otomatis likuiditas perusahaan pengembang ikut terganggu.

Belum lagi harga berbagai kebutuhan bahan baku untuk pembangunan proyek properti juga mendadak naik. Sektor properti termasuk industri yang pertama kali terkena dampak krisis, tetapi pulihnya kembali (recovery) belakangan.

Industri properti mulai menggeliat kembali sekitar tahun 2001 setelah Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) menyelesaikan penjualan aset-aset properti yang disita BPPN.

Tahun 2008, Indonesia bisa lolos dari krisis ekonomi global karena fundamental ekonomi kita waktu itu relatif kuat. Sementara pemerintah mampu bekerja secara solid dan bisa bekerja sama secara harmonis dengan Bank Indonesia selaku otoritas moneter.

Saat ini, meskipun potensi perekonomian Indonesia cukup menjanjikan, anggaran negara masih dibayangi oleh defisit neraca transaksi berjalan (current account deficit/CAD). Keadaan ini diperparah dengan pelemahan kurs mata uang rupiah yang saat ini sudah menembus angka Rp 12.000 per dollar AS.

Situasi perekonomian makro yang tidak terlalu menggembirakan ini belum terlalu berpengaruh pada sektor properti karena sebagian besar kondisi perusahaan pengembang dalam keadaan baik.

Utang pengembang properti saat ini tidak seperti pada saat krisis ekonomi di tahun 1998. Ketika itu nilai kredit macet sektor properti yang diserahkan ke BPPN mencapai Rp 70 triliun.

Meskipun saat ini sektor properti sedang mengalami perlambatan, sejumlah perusahaan pengembang masih banyak yang masih mengerjakan berbagai proyek properti.
Muncul ketidakpastian

Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda, pelemahan kurs rupiah belum berpengaruh pada industri properti.

”Pada saat mata uang rupiah sudah memperlihatkan kestabilan (keseimbangan baru), justru akan mulai berpengaruh pada sektor properti. Namun, itu pun ada time lag-nya,” ujar Ali Tranghanda.

Harga sewa ruang perkantoran di kawasan pusat bisnis Jakarta, seperti di Jalan Sudirman-Thamrin, biasanya mengacu pada kurs mata uang dollar AS.

Jika dollar AS menguat, dengan sendirinya harga sewanya ikut naik. Namun, biasanya pihak penyewa memberikan keringanan di tengah fluktuasi kurs rupiah seperti sekarang ini.

Sebagian pengusaha terutama para importir menganggap fluktuasi kurs rupiah yang terjadi saat ini telah menimbulkan ketidakpastian karena mereka kesulitan dalam melakukan kalkulasi untuk kegiatan usahanya.

Bagi pengusaha properti, kurs rupiah yang terjadi sekarang belum terlalu mengkhawatirkan karena biaya produksinya sebagian besar menggunakan bahan baku domestik. Meski demikian, bagi proyek properti premium, seperti apartemen dan kondominium mewah, terdapat barang material yang harus diimpor, seperti kebutuhan pengadaan lift.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com