Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Diserang" dari Lima Penjuru, Kinerja Ekspor Sawit Indonesia Anjlok

Kompas.com - 28/11/2014, 05:19 WIB
Yoga Sukmana

Penulis

BANDUNG, KOMPAS.com - Industri sawit Indonesia disebut mendapat "serangan" dari lima penjuru. Kinerja ekspor crude palm oil (CPO) Indonesia pun anjlok karenanya, terutama untuk ekspor tujuan Amerika.

Harga minyak sawit Indonesia yang lebih murah daripada minyak bunga matahari dan nabati lain produk Eropa, ditengarai sebagai penyebab "serangan". (Baca: Havas Oegroseno: Minyak Sawit Indonesia "Diserang" dari Lima Penjuru).

"Jika dibandingkan dengan total lahan bunga matahari di Eropa seluas 11 juta hektare, lahan produksi kelapa sawit Indonesia lebih kecil yaitu seluas 10 juta hektare," tutur Havas di Bandung, Jawa Barat, Kamis (27/11/2014).

Namun, kata Havas, bunga matahari hanya bisa ditanam pada musim panas, sementara tanaman sawit merupakan tanaman tahunan dan tak tergantung musim. Harga minyak nabati yang dihasilkan dari bunga matahari pun jauh lebih mahal dibandingkan minyak dari kelapa sawit.

Anjlok dibandingkan setahun lalu

Data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyebutkan pada semester I-2014 atau per Juni 2014, ekspor CPO dan turunannya mencapai 9,8 juta ton, turun 7,7 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya yang mencatatkan ekspor CPO sebanyak 10,6 juta ton.

Ketua GAPKI Fadhil Hasan menyatakan penurunan ekspor tersebut terjadi karena permintaan dari India turun cukup signifikan hingga 37 persen, dari 3,39 juta ton pada semester I-2013 menjadi hanya 2,12 juta ton pada semester I-2014.

Meski demikian, tutur Fadhil, data ekspor bulanan--per Junin 2014 dibandingkan per Mei 2014--masih ada kenaikan permintaan CPO. Kenaikan permintaan terbesar, sebut Fadhil, datang dari negara berpenduduk mayoritas Muslim selama Ramadhan dan Idul Fithri.

Tren kinerja ekspor CPO bulanan naik

Kenaikan permintaan yang sangat signifikan datang dari Bangladesh. Per Juni 2014 ekpor CPO ke negara ini mencapai 180.000 ton, meningkat 55 persen dibandingkan per Mei 2014 yang tercatat sebanyak 116.000 ton.

Pakistan juga mencatatkan penambahan permintaan CPO pada Juni 2014 dibandingkan sebulan sebelumnya. Per Juni 2014, negara ini mencatatkan permintaan CPO sebanyak 160.000 ton, naik sekitar 10 persen dibandingkan per Mei 2014 sebanyak 145.000 ton.

Walaupun Havas menyatakan ada "serangan" dari lima penjuru karena motif harga di Uni Eropa, data GAPKI mendapati ekpor CPO ke Uni Eropa per Juni 2014 naik 37 persen dibandingkan sebulan sebelumnya. Per Juni 2014, ekspor CPO ke kawasan ini mencapai 381.000 ton, sedangkan per Mei 2014 tercatat 277.400 ton.

Kenaikan ekspor CPO juga tercatat naik untuk tujuan China, yakni 9 persen, demikian pula ke India yang naik sebesar 3 persen.

Penurunan permintaan CPO per Juni 2014 hanya tercatat turun dibandingkan sebulan sebelumnya untuk ekspor ke Amerika Serikat. Ekspor CPO ke Amerika Serikat per Juni 2014 turun 27 persen dibandingkan per Mei 2014, yakni menjadi 26.500 ton dari 36.000 ton.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com