Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Kejar Pajak dari Pengusaha

Kompas.com - 03/12/2014, 09:09 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Berbagai strategi terus diterapkan pemerintah untuk menggenjot penerimaan pajak dari kalangan pribadi perorangan. Kini pemerintah kembali menyoroti penerimaan dari wajib pajak pribadi golongan atas.

Soalnya, di sepanjang tahun ini, penerimaan pajak penghasilan (PPh) 21 dari perorangan hanya Rp 97 triliun. Angka ini kurang 10 persen dari total target penerimaan pajak yang dipatok APBN-Perubahan 2014 sebesar Rp 1.072,37 triliun.

Mirisnya, dari penerimaan PPh 21 itu, sebesar Rp 93 triliun adalah pajak yang otomatis dipungut dari karyawan perusahaan. Ini artinya, pajak yang benar-benar dibayar oleh pengusaha hanya Rp 4 triliun.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, mengatakan, setoran pajak perusahaan selaku wajib pajak badan seharusnya sangat besar. Namun, kenyataannya tak lebih besar dibandingkan setoran pajak individu atau karyawan yang otomatis dipotong langsung tiap bulan oleh perusahaan pemberi kerjanya.

Karena itu, lanjut Bambang, pemerintah juga akan menggenjot pajak dari badan usaha. Antara lain, sektor pertambangan dan properti. Banyak perusahaan tambang yang mengantongi izin usaha pertambangan (IUP), tak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), sehingga tidak membayar pajak dan royaltinya.

Menurut Bambang, untuk mengejar potensi pajak itu, pemerintah akan menerapkan electronic transaction untuk mencegah faktur pajak fiktif. Selain itu, menambah jumlah pegawai Ditjen Pajak. “Selama ini satu orang pegawai pajak harus mengurusi sekitar 8.000 wajib pajak,” ujar Bambang di Jakarta, Selasa (2/12/2014).

Seharusnya, lanjut dia, potensi penerimaan pajak badan usaha sangat besar. Ini mengingat sumber daya alam (SDA) dan aktivitas ekonomi di Indonesia sangat besar. Apalagi, Indonesia masuk jajaran 15 negara dengan produk domestik bruto (PDB) terbesar di dunia.

“Dengan pendapatan per kapita 3.500 dollar AS atau lebih, ada yang tidak pas antara kemakmuran yang meningkat dengan penerimaan pajak pribadi hanya Rp 4 triliun per tahun,” imbuh  Bambang.

Pengamat pajak dari Center Indonesia for Taxation Analydis, Yustinus Prastowo, mengatakan, penghasilan yang didapat orang pribadi memang rawan tidak disisihkan untuk pembayaran pajak. Padahal, jika perusahaan untung, logikanya pengusaha akan dapat keuntungan dalam bentuk dividen. "Tapi, yang dilakukan orang pribadi adalah skema disguise dividend atau mengambil keuntungan tanpa dikenakan pajak” kata Prastowo.

Karena itu, kata dia, butuh kerja keras pemerintah untuk mengatasi masalah tersebut. Sebab, dengan besarnya potensi pajak dari kalangan pribadi, seharusnya penerimaan pajak ikut meningkat. (Jane Aprilyani)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Meski Ada Momen Ramadhan dan Pemilu, Konsumsi Rumah Tangga Dinilai Tidak Tumbuh Maksimal

Meski Ada Momen Ramadhan dan Pemilu, Konsumsi Rumah Tangga Dinilai Tidak Tumbuh Maksimal

Whats New
Era Suku Bunga Tinggi, Bank Mega Syariah Terapkan Jurus Angsuran Tetap untuk Pembiayaan Rumah

Era Suku Bunga Tinggi, Bank Mega Syariah Terapkan Jurus Angsuran Tetap untuk Pembiayaan Rumah

Whats New
Gojek Luncurkan Paket Langganan Gojek Plus, Ada Diskon di Setiap Transaksi

Gojek Luncurkan Paket Langganan Gojek Plus, Ada Diskon di Setiap Transaksi

Whats New
Laba Bersih MPXL Melonjak 123,6 Persen, Ditopang Jasa Angkut Material ke IKN

Laba Bersih MPXL Melonjak 123,6 Persen, Ditopang Jasa Angkut Material ke IKN

Whats New
Emiten Migas SUNI Cetak Laba Bersih Rp 33,4 Miliar per Kuartal I-2024

Emiten Migas SUNI Cetak Laba Bersih Rp 33,4 Miliar per Kuartal I-2024

Whats New
CEO Perusahaan Migas Kumpul di IPA Convex 2024 Bahas Solusi Kebijakan Industri Migas

CEO Perusahaan Migas Kumpul di IPA Convex 2024 Bahas Solusi Kebijakan Industri Migas

Whats New
Ramai soal 9 Mobil Mewah Pengusaha Malaysia Ditahan, Bea Cukai Beri Penjelasan

Ramai soal 9 Mobil Mewah Pengusaha Malaysia Ditahan, Bea Cukai Beri Penjelasan

Whats New
BEI Ubah Aturan 'Delisting', Ini Ketentuan Saham yang Berpotensi Keluar dari Bursa

BEI Ubah Aturan "Delisting", Ini Ketentuan Saham yang Berpotensi Keluar dari Bursa

Whats New
BEI Harmonisasikan Peraturan Delisting dan Relisting

BEI Harmonisasikan Peraturan Delisting dan Relisting

Whats New
Hadirkan Solusi Transaksi Internasional, Bank Mandiri Kenalkan Keandalan Livin’ by Mandiri di London

Hadirkan Solusi Transaksi Internasional, Bank Mandiri Kenalkan Keandalan Livin’ by Mandiri di London

Whats New
Biasakan 3 Hal Ini untuk Membangun Kekayaan

Biasakan 3 Hal Ini untuk Membangun Kekayaan

Earn Smart
Pertumbuhan Ekonomi RI 5,11 Persen Dinilai Belum Maksimal

Pertumbuhan Ekonomi RI 5,11 Persen Dinilai Belum Maksimal

Whats New
Laba Bersih JTPE Tumbuh 11 Persen pada Kuartal I 2024, Ditopang Pesanan E-KTP

Laba Bersih JTPE Tumbuh 11 Persen pada Kuartal I 2024, Ditopang Pesanan E-KTP

Whats New
Pabrik Sepatu Bata Tutup, Menperin Sebut Upaya Efisiensi Bisnis

Pabrik Sepatu Bata Tutup, Menperin Sebut Upaya Efisiensi Bisnis

Whats New
Jadwal LRT Jabodebek Terbaru Berlaku Mei 2024

Jadwal LRT Jabodebek Terbaru Berlaku Mei 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com