Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Salurkan BBM Bersubsidi, Pertamina Mengaku Rugi Lima Tahun Berturut-turut

Kompas.com - 03/12/2014, 19:19 WIB
Estu Suryowati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — PT Pertamina (Persero) mengaku mengalami kerugian dalam kegiatan penyaluran bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi selama lima tahun terakhir. Padahal, Pertamina menjadi penyalur dominan BBM bersubsidi dibanding badan usaha lain.

Senior Vice President Fuel Marketing and Distribution Pertamina Suhartoko mengatakan, hal tersebut disebabkan biaya pengadaan BBM bersubsidi Pertamina lebih tinggi dibanding biaya patokan yang ditetapkan pemerintah dan dihitung dengan formulasi MOPS alpha.

Adapun komponen biaya pengadaan, dia melanjutkan, terdiri dari banyak hal, seperti biaya impor crude (minyak mentah); biaya angkutan laut; biaya pengolahan di kilang minyak; biaya distribusi dari pelabuhan, kilang, hingga depo; sampai fee untuk para pekerja outsourcing yang juga tidak kecil.

Suhartoko memaparkan, Pertamina menanggung kerugian dari penyaluran BBM bersubsidi selama lima tahun berturut-turut mulai 2009. Pada tahun itu, Pertamina merugi Rp 4,5 triliun, dan kerugian menurun pada 2010 menjadi Rp 3,34 triliun.

"Tahun 2011 ruginya Rp 900-an miliar, 2012 ruginya Rp 800-an miliar, dan tahun 2013 ruginya Rp 350 miliar," ungkap Suhartoko saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (3/12/2014).

Harga minyak dunia yang melandai beberapa pekan terakhir dinilai tidak mampu menutupi kerugian Pertamina pada 10 bulan pertama tahun ini. "Ya kan bagusnya hanya di November-Desember," kata Suhartoko.

Akibatnya, Suhartoko pun memperkirakan, kerugian Pertamina pada 2014 ini akan lebih tinggi dibanding 2013. Meski merugi dalam lima tahun terakhir, Pertamina juga pernah mengecap keuntungan dari bisnis BBM bersubsidi, seperti pada tahun 2006, 2007, dan 2008. Sayangnya, Suhartoko tidak menjelaskan keuntungan tersebut secara rinci.

"Tahun 2006-2008, Pertamina untung karena biaya pengadaannya lebih rendah dari MOPS alpha yang ditetapkan pemerintah," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com