Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Menggunakan Pertamax Lebih Hemat?

Kompas.com - 07/12/2014, 09:45 WIB


BONDOWOSO, KOMPAS.com
- Jarak 33 kilometer dari rumah ke tempatnya mengajar membuat Evy Yulis harus betul-betul berhitung dalam menggunakan bahan bakar untuk sepeda motornya.

Saat pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi Rp 2.000 per liter sehingga harga premium menjadi Rp 8.500 per liter, guru Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri Sumberwringin, Bondowoso, ini menjadi mantap untuk berpaling ke pertamax.

"Waktu BBM belum naik, kadang-kadang saya mengisi pertamax dicampur sama premium. Sekarang murni sudah pakai pertamax. Saya merasa dan menghitung lebih hemat," katanya seperti dikutip Antara.

Tidak hanya untuk dirinya, dia begitu bersemangat menjelaskan "hitung-hitungan"-nya membandingkan penggunaan premium dengan pertamax itu kepada guru lainnya. Beberapa temannya juga sudah mulai berpindah ke bahan bakar ramah lingkungan.

Perempuan yang tinggal di Bataan, Kecamatan Tenggarang, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, ini tidak menghitung per liter dalam penggunaan bahan bakar. Ia menghitung dengan mengisi penuh tangki motor.

Ia membandingkan mengisi motornya sekitar 4,5 liter premium seharga Rp 38.250 (satu liter Rp 8.500) yang digunakan selama empat hari pergi pulang. Sementara dengan pertamax yang di Bondowoso harganya Rp 10.600,00 per liter, bisa dia gunakan untuk lima hari. Untuk 4,5 liter pertamax dia menghabiskan Rp 47.700.

"Kalau dihitung, 4,5 liter premium dengan 4,5 liter pertamax, selisihnya hanya sekitar Rp 9.000,00 lebih mahal pertamax. Artinya, dengan uang Rp 47 ribu, kalau dibelikan premium atau pertamax, sama-sama bisa saya gunakan untuk lima hari pergi pulang dari rumah ke sekolah," katanya.

Guru yang hobi membaca ini menceritakan bahwa dari informasi di internet maupun sejumlah temannya yang mengerti mengenai mesin, penggunaan pertamax justru lebih bagus untuk kendaraan. Selain itu, "tarikan" atau daya pacu kendaraan yang menggunakan pertamax lebih bagus daripada premium.

Konsumen yang lain, Erni Agustin, mengaku kini saatnya menggunakan bahan bakar nonsubsidi. Guru matematika SMK Negeri Sumberwringin ini bercerita awalnya hanya coba-coba menggunakan pertamax.

"Kok ternyata tarikannya saya merasa lebih enteng saat digas. Akhirnya keterusan menggunakan bahan bakar tidak bersubsidi ini," kata pengguna motor jenis matic ini.

Melihat naiknya penggunaan pertamax di sejumlah wilayah di Indonesia, rupanya bukan hanya Evy Yulis dan Erni Agustin yang memilih bahan bakar dengan angka oktan atau "Research Octane Number" (RON) 92 itu.

Di sebuah stasiun pengisan bahan bakar umum (SPBU) di Jember dilaporkan terjadi kenaikan hingga 100 persen dalam penggunaan pertamax setelah premium naik dari Rp 6.500 menjadi Rp 8.500 per liter.

Supervisor SPBU Jalan Gajahmada Jember Iwan Hendarto menjelaskan bahwa konsumsi pertamax di SPBU biasanya sebanyak 700 hingga 800 liter per hari. Namun, setelah ada kenaikan harga BBM bersubsidi meningkat menjadi 1.500 liter per harinya. Sejumlah daerah di Jawa Timur dilaporkan juga terjadi peningkatan penjualan pertamax.

Konsumsi pertamax naik

Sementara itu, PT Pertamina (Persero) pada awal Desember 2014 mencatat konsumsi bahan pertamax mengalami kenaikan hingga 139 persen. Hal itu disampaikan Wakil Presiden Senior Pemasaran dan Distribusi BBM Pertamina Suhartoko di Jakarta.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Perhitungan Lengkap Versi Bea Cukai soal Tagihan Rp 31 Juta ke Pembeli Sepatu Seharga Rp 10 Juta

Whats New
Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Berapa Gaji dan Tunjangan Pegawai Bea Cukai Kemenkeu?

Work Smart
Dukung 'Green Building', Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Dukung "Green Building", Mitsubishi Electric Komitmen Tingkatkan TKDN Produknya

Whats New
Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Kemenhub Cabut Status 17 Bandara Internasional, Ini Alasannya

Whats New
Kinerja Pegawai Bea Cukai 'Dirujak' Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Kinerja Pegawai Bea Cukai "Dirujak" Netizen, Ini Respon Sri Mulyani

Whats New
Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Pembatasan Impor Barang Elektronik Dinilai Bisa Dorong Pemasok Buka Pabrik di RI

Whats New
Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Sukuk Wakaf Ritel adalah Apa? Ini Pengertian dan Karakteristiknya

Work Smart
Viral Mainan 'Influencer' Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Viral Mainan "Influencer" Tertahan di Bea Cukai, Ini Penjelasan Sri Mulyani

Whats New
Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Harga Emas ANTAM: Detail Harga Terbaru Pada Minggu 28 April 2024

Spend Smart
Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 28 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com