Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Susi: Saatnya Nelayan Indonesia Swasembada Perikanan

Kompas.com - 15/12/2014, 10:31 WIB

KOTABARU, KOMPAS.com - Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, menyatakan nelayan tangkap dan nelayan budidaya Indonesia sudah saatnya menjadi swadaya dan swasembada di bidang perikanan.

"Sudah saatnya kita harus belajar swadaya dan swasembada, dalam hal penyediaan pakan ikan, semua bahan ada di Indonesia, kalau terus impor akan menjadi beban yang sangat besar bagi nelayan," ujarnya di sela dialog bersama para nelayan di Desa Sigam, Kotabaru, Minggu (14/12/2014).

Selama ini, pakan ikan dan beberapa peralatan budidaya ikan yang digunakan nelayan merupakan produk impor, sehingga menjadikan biaya yang cukup besar karena terpengaruh dengan nilai dolar untuk membelinya.

"Kalau nilai dollar Amerika sampai tembus Rp 15.000 per dollar AS, bagaimana nasib nelayan, mau makan apa untuk keluarga, karena harus memikul beban yang begitu besar," katanya.

Oleh sebab itu, Susi mengimbau para nelayan mau belajar dalam segala hal terkait pencaharian sebagai nelayan, seperti membuat kreativitas dalam pembuatan pakan ikan, begitu juga dengan filter atau penyaring, jadi tidak perlu impor.

"Sebenarnya bahan apapun dalam penyediaan pakan ikan semuanya lengkap tersedia di sekitar kita, tinggal bagaimana kreativitas dan belajar. Contohnya dengan mengoptimalkan hasil laut, seperti rumput laut dan cangkang kerang bisa bikin bahan pakan alami," katanya.

Dengan pemakaian bahan lokal dan alami, katanya, lebih terjamin ketersediaan dan lebih bersinambungan, jadi lebih baik bahan alami, jangan terlalu mengintervensi yang membabi buta, tapi hendaknya kelola alam dengan ramah lingkungan.

"Kita minta kepada kementerian agar tidak membuat program yang menjadikan banyak rekayasa, sehingga masyaraat hanya menggantungkan pada rekayasa tersebut, akibatnya jika sistemnya gagal karena terbatasnya kapasitas, maka akan gagal panen dan nelayan rugi. Maka kembalikan pada sistem alam, jauh lebih baik," ujarnya seraya mencontohkan budidaya kerang, cangkangnya bisa dibuat tepung bahan pakan.

Sementara itu, Dirjen Budi Daya, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Slamet Subagiyo, menambahkan pakan ikan yang digunakan para nelayan budidaya Indonesia selama ini masih didominasi produk-produk impor, dengan komposisi 75.000 ton per tahun, sedangkan produk dalam negeri hanya sekitar 45.000 ton per tahun.

"Fakta di lapangan, saat ini bahan tepung ikan untuk pakan dalam negeri masih lebih kecil dibanding tepung produk impor, untuk itu kita akan memperbanyak tepung dalam negeri dan mengurangi impor untuk pakan," ujar Slamet.

Dengan komposisi tersebut, lanjut dia, pemerintah menargetkan tahun depan produk tepung dalam negeri akan ditingkatkan hingga 50.000-60.000 ton, untuk mengurangi dominasi pemakaian tepung impor.

"Upaya tersebut akan terus ditingkatkan sampai satu saat tepung ikan dalam negeri lebih banyak dan dominan dari impor, karena jika melihat keunggulan produk sebenarnya untuk ketahanan ikan lokal, tentunya lebih bagus dengan produk lokal karena kandungannya cenderung alami dan kaya dengan nutrisi nabati," katanya.

Hal itu, katanya, tentu sesuai dengan habitat aslinya ikan lokal, sedangkan kandungan tepung impor belum tentu sesuai dengan kebutuhan ikan lokal.

baca juga: Menteri Susi: Jangan Pungut Retribusi Kapal Nelayan di Bawah 10 GT

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Apakah Gopay Bisa Tarik Tunai?

Apakah Gopay Bisa Tarik Tunai?

Earn Smart
Limit Tarik Tunai BRI Simpedes dan BritAma di ATM

Limit Tarik Tunai BRI Simpedes dan BritAma di ATM

Earn Smart
Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu BNI via HP Antiribet

Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu BNI via HP Antiribet

Earn Smart
Apakah DANA Bisa Tarik Tunai? Bisa Pakai 5 Cara Ini

Apakah DANA Bisa Tarik Tunai? Bisa Pakai 5 Cara Ini

Whats New
OJK Terbitkan Aturan 'Short Selling', Simak 8 Pokok Pengaturannya

OJK Terbitkan Aturan "Short Selling", Simak 8 Pokok Pengaturannya

Whats New
2 Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu Mandiri di ATM Pakai HP

2 Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu Mandiri di ATM Pakai HP

Earn Smart
3 Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BCA Modal HP

3 Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM BCA Modal HP

Spend Smart
Ketidakpastian Global Meningkat, Sri Mulyani: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tetap di Atas 5 Persen

Ketidakpastian Global Meningkat, Sri Mulyani: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tetap di Atas 5 Persen

Whats New
Pada Pertemuan Bilateral di Kementan, Indonesia dan Ukraina Sepakati Kerja Sama Bidang Pertanian

Pada Pertemuan Bilateral di Kementan, Indonesia dan Ukraina Sepakati Kerja Sama Bidang Pertanian

Whats New
Semakin Mudah dan Praktis, Bayar PKB dan Iuran Wajib Kini Bisa lewat Bank Mandiri

Semakin Mudah dan Praktis, Bayar PKB dan Iuran Wajib Kini Bisa lewat Bank Mandiri

Whats New
Ketidakpastian Global Meningkat, Sri Mulyani: Sistem Keuangan RI Masih dalam Kondisi Terjaga

Ketidakpastian Global Meningkat, Sri Mulyani: Sistem Keuangan RI Masih dalam Kondisi Terjaga

Whats New
Pesan Luhut ke Prabowo: Jangan Bawa Orang-orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintah Anda

Pesan Luhut ke Prabowo: Jangan Bawa Orang-orang "Toxic" ke Dalam Pemerintah Anda

Whats New
Barang Bawaan Pribadi dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi, Ini Pesan Bea Cukai ke 'Jastiper'

Barang Bawaan Pribadi dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi, Ini Pesan Bea Cukai ke "Jastiper"

Whats New
Bangun Pemahaman Kripto di Tanah Air, Aspakrindo dan ABI Gelar Bulan Literasi Kripto 2024

Bangun Pemahaman Kripto di Tanah Air, Aspakrindo dan ABI Gelar Bulan Literasi Kripto 2024

Rilis
Terbitkan Permentan Nomor 1 Tahun 2024, Mentan Pastikan Pupuk Subsidi Tepat Sasaran

Terbitkan Permentan Nomor 1 Tahun 2024, Mentan Pastikan Pupuk Subsidi Tepat Sasaran

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com