Pertama, melemahnya harga minyak dunia mengerek turun harga-harga komoditas. Imbas terbesar dirasakan oleh negara-negara yang ekspornya comoditi based. "Termasuk Indonesia," kata Lana, kepada Kompas.com, Senin (15/12/2014).
Kedua, Lana menuturkan ekspor manufaktur yang diharapkan bisa didorong, justru yang tertekan paling kuat. Sebab, impor bahan baku menjadi lebih mahal dengan pelemahan rupiah sebesar 3 persen year to date (ytd) saat ini.
"Kalau ada mata uang melemah harusnya diuntungkan. Kalau komoditas sangat tergantung, tapi manufaktur tidak diuntungkan karena di saat yang sama bahan baku juga diimpor. Untuk manufaktur (pelemahan rupiah) tidak berdampak positif," sebut Lana.
Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya mencatat, secara kumulatif Januari-Oktober 2014 neraca perdagangan mencetak defisit 1,64 miliar dollar AS, dimana defisit migasnya 10,72 miliar dollar AS, sedangkan surplus perdagangan non-migas sebesar 9,08 miliar dollar AS.
"Hingga akhir tahun defisit neraca perdagangan bisa mencapai 2 miliar dollar AS. Karena defisit sampai Oktober kemarin hampir 1,7 miliar dollar AS ya. Jadi November dan Desembernya belum masuk," ucap Lana.
Pagi ini rupiah terpuruk, melemah 1,1 persen menjadi 12.596 per dollar AS di pasar spot. Ini merupakan level terlemah sejak November 2008 lalu. Adapun pelemahan 1,1 persen tersebut merupakan yang terbesar sejak 29 September ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.